Kamis, 13 November 2008

harta wajib zakat

DAFTAR ISI

1. BAB I
A.Pendahuluan ……………………………………………………………3-4
1.LatarBelakang………………………………………………………………4
2.Ruang Lingkup……………………………………………………………...4
3. Maksud dan tujuan Penulis ………………………………………………6
II.BAB II
B. Pembahasan……………………………………………………………….7
1.. Prinsip-prinsip pokok dalam menentukan harta apa sajakah yang wajib dizakati……………………………………………………………………...7-8
2.Kriteria Syar’i tentang fiqih wajib zakat…………………………...12-17
C. Penutup
a. Kesimpulan……………………………………………………………….17
b. Saran……………………………………………………………………..18









BAB 1
A. Pendahuluan
Islam adalah agama yang memiliki ciri khas dan karakter “Tsabat wa Thatowur” berkembang dalam frame yang konsisten, artinya Islam tidak menghalangi adanya perkembangan-perkembangan baru selama hal tersebut dalam kerangka atau farme yang konsisten.Hukum halal dan haram adalah merupakan hal yang konsisten dalam Islam, tidak dapat dirubah, tetapi sarana untuk mencapai sesuatu misalnya dapat dikembangkan sesuai dengan kemajuan zaman. Demikian pula hal-hal yang tidak dirinci oleh Islam, yang hanya diterangkan secara global dapat menjadi pintu masuk untuk inovasi pengembangan pelaksanaanya selama masih dalam kontek tidak melanggar syariat.
Dengan semakin pesatnya perkembangan keilmuan yang diiringi dengan perkembangan teknologi dan ekonomi dengan ragam dan coraknya, maka perkembangan kehidupan saat ini tidak dapat disamakan dengan kehidupan zaman sebelum masehi atau di zaman Rasulullah saw dan generasi setelahnya. Tetapi subtansi kehidupaan tentunya tidak akan terlalu jauh berbeda. Kegiatan ekonomi misalnya, diera manapun jelas akan selalu ada, yang berbeda adalah bentuk dan corak kegiatannya, karena subtansinya dari kegiatan tersebut adalah bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.
Di zaman Rasulullah saw kegiatan ekonomi yang ada mungkin simpel-simpel saja, ada sektor pertanian, peternakan, dan perdagangan. Saat ini ketiga sektor tersebut tetap ada, tapi dengan corak yang berbeda tentunya dengan apa yang dialami oleh Rasulullah saw. Dalam sektor trading atau perdagangan misalnya, akad-akad (model-model transaksi) yang dipraktekkan sekarang sangat banyak sekali sesuai dengan kemajuan teknologi.
Dengan semakin berkembangnya pola kegiatan ekonomi maka pemahaman tentang kewajiban zakat pun perlu diperdalam sehingga ruh syariat yang terkandung didalamnya dapat dirasakan tidak bertentangan dengan kemajuan tersebut. Maka pemahaman fiqh zakat kontemporer dengan mengemukakan ijtihad-ijtihad para ulama kontemporer mengenai zakat tersebut perlu difahami oleh para pengelola zakat dan orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap masalah zakat ini
Dr Yusuf Qordhowi yang sampai saat ini karyanya mengenai fiqh zakat belum ada yang bisa menandinginya, menyatakan bahwa mensikapi perkembangan perekonomian yang begitu pesatnya,diharapkan adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pengelola zakat khususnya lembaga-lembaganya, yaitu berpedoman pada kaidah perluasan cakupan terhadap harta yang wajib dizakati, sekalipun tidak ada nash yang pasti dari syariah, tetapi berpedoman pada dalil yang umum. (Qordhowi, 1994, 15).
1. LATARBELAKANG
Allah SWT dan Rasululloh SAW mengajak umat Islam untuk peduli terhadap sesama dengan cara menyisihkan sebagian hartanya kepada orang yang membutuhkan. Hal tersebut terlihat dalam beberapa ayat dan hadist di bawah ini,
Al-Qur’an dalam Surat At-Taubah Ayat 103: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketemtraman jiwa bagi mereka. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Surat Al-Baqarah Ayat 173: “ (Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Alloh; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka prang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Alloh), maka sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui.”
Surat Al-Maidah Ayat 2: “........dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Hadist Rosululloh yang diriwayatkan oleh An Nasa’i (No. 2451): “ Barang siapa memberikannya (zakat) karena berharap mendapatkan pahala, maka baginya pahalanya. Dan barangsiapa yang enggan mengeluarkannya, kami akan mengambilnya (zakat), dan setengah untanya, sebagai salah satu ‘uzmah (kewajiban yang dibebankan kepada para hamba) oleh Alloh Swt. Tidak sedikit pun dari harta itu yang halal bagi keluarga Muhammad.”
2.RUANG LINGKUP
Diantara kelebihan negara Islam adalah nega-ra yang pertama kali dalam sejarah yang mengobarkan peperangan dalam rangka membela hak orang fakir miskin sebagaimana yang terjadi pada zaman pemerintahan Abu Bakar Ash-Shidiq dengan tegas beliau meme-rangi orang-orang yang menghalangi zakat. Zakat adalah peraturan yang menjamin dan mem-berantas kesenjangan sosial yang tidak bisa hanya ditanggulangi dengan mengumpulkan sedekah per-orangan yang bersifat sunnah belaka. Tujuan utama disyari'atkan zakat adalah untuk mengeluarkan orang-orang fakir dari kesulitan hidup yang melilit mereka menuju ke kemudahan hidup mereka sehingga mereka bisa mempertahankan kehidupannya dan tujuan ini tampak jelas pada kelompok penerima zakat dari kalangan gharim (orang terlilit hutang) dan ibnu sabil (orang yang sedang dalam bepergian kehabisan bekal). Zakat juga berfungsi sebagai pembersih hati bagi para penerima dari penyakit hasad dan dengki serta pembersih hati bagi pembayar zakat dari sifat bakhil dan kikir.
3.MAKSUD DAN TUJUAN PENULIS
Dengan adanya zakat Zakat juga berfungsi sebagai pembersih hati bagi para penerima dari penyakit hasad dan dengki serta pembersih hati bagi pembayar zakat dari sifat bakhil dan kikir. Adapun dampak positif bagi perekonomian antara lain mengikis habis penimbunan harta yang membuat perekonomian tidak normal, paling tidak akan terjadi inflasi tiap tahun sebesar 2½ %, dengan membayar zakat maka peredaran keuangan dan transaksinya berjalan secara normal dan akan mampu melindungi stabilitas harga pasar walaupun pasar terancam oleh penimbunan.
Dengan demikian, dengan adanya zakat dan seluruh ummat muslim dinegara kita membayar zakat, maka Negara kita dapat tumbuh berkembang sejahtera.
















B. PEMBAHASAN
BAB II
HARTA WAJIB ZAKAT

1. PRINSIP-PRINSIP POKOK DALAM MENENTUKANHARTA APA SAJAKAH YANG WAJIB DIZAKATI

Rasululllah SAW memungut zakat dari empat macam harta yaitu :
1. Ternak
2. Uang : emas dan perak
3. Barang dagangan
4. Tanaman dan buah-buahan
Dewasa ini ada lagi jenis-jenis investasi baru, dan telah muncul berbagai model kegiatan dibidang keuangan, ekonomi, perdagangan, perindustrian, pertanian, perhotelan dan lain-lain, yang belum pernah ada di jaman Nabi SAW maupun pada masa Khulafa Rasyidin sesudah beliau. Disamping telah bermunculan pula di bidang kekayaan yang bergerak maupun yang tidak bergerak, jenis-jenis harta yang baru. Dan sekarang bagaimanakah hukum dari semua itu?
Agar kita mengetahui hukum dari semua itu, caranya ialah dengan mempelajari struktur dari empat jenis zakat tersebut diatas dan sistematiknya secara analitis, hingga kita dapat mengetahui alasan (’illat) kenapa jenis-jenis harta tersebut wajib dizakati sedemikian rupa, dan dapat kita fahami apa sebab jenis-jenis harta itulah yang menjadi pangkal zakat, dan oleh para Fuqoha dijadikan pola bagi harta yang ikut wajib pula dizakati berikut sifat-sifatnya. Maksudnya, kita akan membataskan prinsip-prinsip dasar untuk menentukan harta apa sajakah yang ikut pula dizakati. Dan dengan pedoman prinsip-prinsip inilah kita hendak mencoba menerapkan secara modern dan mempelajari kemungkinan dikiaskannya beberapa jenis harta dan kegiatan baru yang ada kesamaan ’illat hukumnya dengan semisalnya dari contoh-contoh harta tersebut diatas. Dan dengan demikian dapatlah kita ketahui sejauh manakah jenis-jenis harta dan kegiatan baru itu kita dizakati, dan bagaimanakah caranya.[1]
Prof. Dr. Muhannad Abu Zahrah mengatakan: ”Memang seharusnya kita ketahui sifat apakah yang dianggap merupakan ’illat oleh para Fuqoha bagi wajibnya zakat. Karena kini muncul berbagai jenis harta yang merupakan penghasilan yang bisa mendatangkan kekayaan cukup banyak, tetapi oleh para Fuqoha dahulu belum sempat ditentukan zakatnya, selain dari Nabi SAW sendiri tidak ada ketentuan-ketentuan yang melarang ditentukannya zakat pada jenis-jenis harta tersebut. Jadi, harta-harta baru itu musti dipelajari dan diselidiki, jangan sampai hak Allah Ta’ala hilang begitu saja dari suatu jenis harta.
Yang menentukan harta apa sajakah yang ikut dizakati:
1.Harta yang Halal dan Baik
Allah swt berfirman dalam surat Al-Baqaraah ayat 267, artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.

Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.

Disebutkan dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah saw bersabda: Artinya: “Allah tidak menerima zakat dari harta yang tidak sah”
2.Memiliki Senisab
Nisab adalah syarat yang hanya dengan itu suatu harta wajib dizakati. Demikian menurut semua Fuqoha, yakni untuk selain zakat tanaman dan buah-buahan dalam pendapat para Fuqoha Hanafi.
Adapun nisab yang tertentu bagi zakat harta-menurut hemat saya-adalah nisab yang mempersatukan seluruh jenis zakat yang empat tersebut di atas (zakat ternak, zakat tanaman dan buah-buahan, zakat uang dan zakat perdagangan), yang nilainya 20 dinar atau 200 dirham.
Adapun mengenai binatang ternak, nisabnya adalah 5 ekor unta, dengan perhitungan: seekor unta betina ”bintu makhluk (umur satu tahun masuk tahun kedua) pada waktu itu harganya 4 dirham, maka diwajibkannya zakat pada 5 ekor unta adalah sama dengan diwajibkannya zakat pada 200 dirham.
Mengenai kambing, nisabnya ialah 40 ekor, yang pada waktu itu harga seekor kambing 5 dirham.
Sedang tanaman dan buah-buahan nisabnya adalah 5 wasak demikian menurut Malik Asy-Syafi’i dan Ahmad.
2. Jumlah senisab itu mengalami ulang tahun
Az-Zaila mengatakan: ”Suatu milik dikatakan genap setahun, yakni genap setahun dimiliki, adalah dikarenakan harta itu sendiri selama itu berkembang. Maksudnya, bahwa yang wajib dikeluarkan ialah sebagian dari kelebihan, bukan dari modal.[2]
Dan harta itu pada umumnya barulah nampak hasilnya bila telah jalan setahun. Dan berkurangnya harta dari nisab selama tahun itu, menurut para Fuqoha Hanafi tak mengapa, asal pada awal dan akhir tahun jumlahnya genap.
Adapun para Fuqoha Hambali, mereka berpendapat bahwa harta itu harus tetap mencapai nisab sepanjang tahun.
Bedanya antara yang diperhatikan ulang tahunnya dan yang tidak-menurut para Fuqoha-adalah, bahwa harta yang ulang tahunnya diperhatikan itu belum tentu menghasilkan susu dan anak. Barang dagangan juga belum tentu berlaba. Dan begitu pula emas dan perak. Oleh karena itu patut diberi kesempatan, sehingga zakatnya bisa diambil hanya dari keuntungan saja.
3. Benar-benar atau dianggap mengalami perkembangan, baik karena didayagunakan atau memang punya potensi berkembang.
Umpamanya dengan cara melahirkan dan menurunkan keturunan, atau diperdagangkan. Adapun yang hanya dianggap berkembang ialah yang mempunyai kemungkinan untuk diperkembangkan, seperti uang, baik berada pada tangan pemiliknya atau wakilnya.
Maka dari itu bagi harta yang tak mungkin dikembangkan, tidak wajib dizakati. Karena tidak memenuhi syarat.
Menurut para Fuqoha Hanafi, harta yang dihutang dan tidak bisa diharap bakal dikembalikan (hutang binasa), adalah seperti harta yang telah hilang atau dicuri, jadi tidak perlu dizakati kalau tidak ada kuitansinya.
Tetapi Zufar dan Asy-Syafi’i berpendapat, bahwa semua itu tetap wajib dizakati, karena sebab yang mewajibkannya masih ada, yaitu memiliki genap satu nisab.
Dalam pembelaannya, para Fuqoha Hanafi mengatakan :
” Kami punya dasar, yaitu kata-kata Ali r.a : (yang artinya)
” Tidak ada kewajiban zakat pada piutang binasa ”
Karena harta yang diutang seperti itu tidak mendatangkan keuntungan.
Ibnu Rusyd mengatakan ; ”Sesungguhnya zakat dinamakan demikian, karena hanya dipungut dari harta yang bisa dikembangkan, bukan dari barang-barang konsumtip. Dan zakat itu sendiri menurut bahasa artinya berkembang. Dan disebut demikian, karena zakat itu ada kaitannya dengan perkembangan.[3]

Dan berkatalah Ibnu Daqiqil : ”Zakat itu diwajibkan pada harta yang dihawapkan nantinya bisa berkembang, baik dengan sendirinya atau dikerjakan oleh manusia.” Kemudian dia menambahkan: Rasulullah SAW bersabda : ”Takkan berkurang suatu harta karena zakat”
Jadi ringkasnya, bahwa zakat atau tidak, itu tergantung pada adanya perkembangan dan harta yang berkembang. Dan bahwa harta yang dizakati itu kaitannya adalah denga harta yang mengalami perkembagan.

Pandangan Ibn Rusyd tentang perbedaan hukum mengenai harta, dalam kaitannya dengan masalah zakat
Ibnu Rusy dalam kitabnya: ”Al-Muqoddimat” telah membuat satu pasal tersendiri yang menerangkan sejauh manakah pengaruh dari faktor perkembangan terhadap ikut dizakatinya suatu harta. Bahwa harta itu bisa digolongkan menjadi tiga :
Sebagian ada yang lebih cenderung untuk mencari laba dan keuntungan bukan untuk dipakai. Seperti emas atau perak.
Sebagaian lagi lebih cenderung untuk dipakai, bukan untuk mencari laba atau keuntungan. Seperti rumah, tanah, pakaian, makanan dan binatang yang tidak ada ketentuan wajib dizakati. Apabila barang-barang tersebut sekedar diambil dengan cara dihibahkan, maka tidak wajib dizakati. Tetapi kalau niatnya tadi untuk diperdagangkan, maka wajib dizakati.
Dan sebagian lagi adalah untuk kedua-duanya, yakni untuk dipakai dan juga dicari keuntungannya, yaitu perhiasan dari emas dan perak. Barang seperti ini adalah tergantung pada niat pemiliknya. Kalau niatnya untuk diperdagangkan, maka wajib dizakati.
4. Kosongnya harta dari hutang
Oleh karena zakat itu diwajibkan atas orang kaya, agar diberikan kepada orang kafir. Sedang orang kaya itu tak bisa disebut kaya, kalau hartanya dapat dari hutang, kecuali dia mampu melunasinya. Dan juga oleh karena adanya hutang tersebut maka miliknya tidaklah penuh, maka bagi orang yang punya hutang meliputi seluruh hartanya atau sebagaiannya, maka dia tidak berkewajiban mengeluarkan zakat.[4]
Menurut madzhab Maliki, zakat tanaman dan buah-buahan maupun zakat ternak bisa gugur karena hutang.
Sedang Asy-Syafi’i pada quol jadidnya, hutang tidaklah menghalangi zakat.
Adapun para Fuqoha Hambali, merela berpendapat bahwa hutang bisa menghalangi zakat dari harta yang tak kelihatan, yakni uang dan barang dagangan.
Sedang kami sendiri berpendapat, patut kita pakai prinsip kosongnya harta dari hutang bagi wajibnya zakat, untuk selain zakat tanaman dan buah-buahan. Dengan kata lain, dalam kaitannya dengan zakat, hutang itu merupakan penghalang zakat terhadap harta bergerak, sampai harta itu bisa ditanggung sepenuhnya dan dimiliki sepenuhnya oleh seseorang; tapi bukan merupakan penghalang zakat terhadap hasil-hasil yang dikeluarkan oleh harta tetap.
Struktur harta zakat
Telah kita terangkan, bahwa wadah zakat itu dibatasi oleh tiga sifat : memiliki sampai senisab, berulang tahun dan merupakan harta yang berkembang.
Struktur harta zakat serta jenis-jenis zakat yang empat tersebut diatas, dapatlah kita bagi semua itu menjadi dua kelompok:
Zakat dari hasil yang dikeluarkan oleh harta tetap, yaitu zakat tanaman dan buah-buahan; yang wadahnya hanya hasilnya saja.
Zakat dari harta bergerak, yaitu zakat ternak, uang dan barang dagangan. Zakat ini wadahnya ialah modal yang telah berkembang berikut hasilnya.
Dengan kata lain, zakat itu ialah bagian dari harta yang berkaitan dengan hasilnya saja, yakni dalam hubungannay dengan modal tetap.
Lain dari itu kita pun dapat memahami dari sabda Rasulullah SAW :
”Takkan berkurang suatu harta lantaran zakat”
Bahwa kaitan zakat ialah dengan harta yang mengalami perkembangan.[5]
2. Kriteria Syar’i tentang Fiqh Wajib Zakat
Dr Yusuf Qordhowi menyatakan bahwa guna memperluas cakupan harta wajib zakat, sebagai strategi dalam “fundraising” (penghimpunan dana) yang hal tersebut mencakup harta yang nampak “Dhohiroh” dan yang tidak nampak “bathinah” maka kita menyaksikan perbedaan yang jauh antara pemikiran ulama-ulama klasik dengan ulama kontenporer mengenai harta yang wajib dizakati.[6]
Pada umumnya ulama-ulama klasik mengkatagorikan bahwa harta yang kena zakat adalah : binatang ternak, emas dan perak, barang dagangan, harta galian dan yang terakhir adalah hasil pertanian. Tetapi dalam ijtihad kontenporer yang saat ini salah satunya diwakili oleh bukunya Dr Yusuf Qordhowi, beliau merinci banyak sekali model-model harta kekayaan yang kena zakat, sebanyak model dan bentuk kekayaan yang lahir dari semakin kompleknya kegiatan perekonomian.
Dr Qordhowi membagi katagori zakat kedalam sembilan katagori; zakat binatang ternak, zakat emas dan perak yang juga meliputi uang, zakat kekayaan dagang, zakat hasil pertanian meliputi tanah pertaanian, zakat madu dan produksi hewani, zakat barang tambang dan hasil laut, zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain, zakat pencarian, jasa dan profesi dan zakat saham serta obligasi.Dari sisi jumlah katagori, kita akan dapatkan bahwa hasil ijtihad fiqh zakat kontemporer jumlanya hampir dua kali lipat katagori harta wajib zakat yang telah diklasifikasikan oleh para ulama klasik. Katagori baru yang terdapat pada buku tersebut adalah , zakat madu dan produksi hewani, zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain. Zakan pencarian dan profesi serta zakat saham dan obligasi. Bahkan Dr Yusuf Qordhowi juga menambah dengan zakat hasil laut yang meliputi mutiara ambar dan lain-lain. (Dr Sofwan Idris, 1997, 155)
Dr Mundzir Qohf yang merupakan salah seorang pakar ekonomi Islam mengungkapkan hal senada bahwa : Ajaran Islam dengan rinci telah menentukan, syarat katagori harta yang harus dikeluarkan zakatnya, lengkap dengan tarifnya. Maka dengan ketentuan yang jelas tersebut tidak ada hal bagi pemerintah (pengelola zakat) untuk merubah tarif yang telah ditentukan. Akan tetapi pemerintah (Pengelola Zakat) dapat mengadakan perubahan dalam struktur harta yang wajib dizakati dengan berpegang pada nash-nash umum yang ada dan pemahaman terhadap realita modern.(Mundzir Qohf, 1999, 37)
Kaidah yang digunakan oleh ulama kontenporer dalam memperluas katagori harta wajib zakat adalah, bersandar pada dalil-dalil umum, disamping berpegang pada syarat harta wajib zakat yaitu tumbuh dan berkembang. Baik tumbuh dan berkembang melalui usaha atau berdasarkan pada dzat harta tersebut yang berkembang.
Dalam zaman modern ini yang ditumbuhkan dan dikembangkan untuk memperoleh hasil yang memiliki nilai ekonomis yang luar biasa memang banyak sekali, manusia bukan hanya mampu mengekploitasi potensi eksternal dirinya tapi manusia modern dapat juga mengekploitasi potensi yang ada dalam dirinya untuk dikembangkan dan diambil hasilnya dan kemudian mengambil untung dari keahliannya tersebut seperti para dokter, pengacara, dosen dst.Nampaknya berdasarkan definisi inilah maka ijtihad kontemporer khususnya Dr Yusuf Qordhowi mengembangkan empat katagori baru pada katagori harta yang wajib dizakati. Dan semua katagori baru yang muncul dapat dilihat relevansinya dengan kontek ekonomi modern. (Dr Sofwan Idris, 1997, 156)
Peran kemajuan teknologi juga turut berperan dalam mengembang tumbuhkan harta kekayaan, maka barang-barang yang diproduksi melalui proses teknologi tersebut juga tidak dapat luput dari kewajiban zakat, baik hal tersebut berupa produk pertanian ataupun produk peternakan.Yang perlu dicatat bahwa ijtihad-ijtihad kotemporer mengenai zakat yang muncul sekarang ini pada dasarnya tetap berpedoman pada karya-karya klasik dan pada nash-nash yang ada bukan merupakan ijtihad yang tanpa dasar. Hal tersebut dapat kita lihat pada pembukaan buku fiqh zakat Dr Qordhowi yang menjelaskan rujukan-rujukan yang digunakannya dalam ijtihadnya.
Dalam menyongsong pemberlakuan UU NO 38 th 1999 mengenai pengelolaan zakat dan UU NO 17 th 2000 mengenai pajak penghasilan, kita diharapkan tidak kaku dalam menilai masalah zakat, karena kekakuan atau kefanatismean kita hanya mau menggunakan satu madzhab fiqh misalnya, justru akan cukup menghambat teralisasinya tujuan-tujuan disyariatkannya zakat yang memiliki dimensi ekonomi dan sosial. Ruh ketidak kakuan dan menerima ijtihad-ijtihad kontemporer yang berdasar pada kaidah-kaidah umum Islam inilah yang akan semakin mendorong keefektifan pengelolaan zakat, dan bahkan akan melahirkan Undang-undang zakat tambahan yang bukan hanya mengurus para pengelonya saja tetapi merumuskan harta-harta yang terkena zakat. Sedangkan yang menyangkut harta, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah harta yang telah memenuhi beberapa syarat, yaitu:
1. Kepemilikan penuh. Maksudnya, penguasaan seseorang terhadap harta kekayaan sehingga bisa menggunakannya secara khusus. Karena Allah swt. mewajibkan zakat ketika harta itu sudah dinisbatkan kepada pemiliknya. Perhatikan firman Allah swt. ini, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (At-Taubah: 103)
Karena itulah zakat tidak diambil dari harta yang tidak ada pemiliknya secara definitif. Seperti al-fa’i (harta yang diperoleh tanpa perang), ghanimah, aset negara, kepemilikan umum, dan waqaf khairi. Sedang waqaf pada orang tertentu, maka tetap kena wajib zakat menurut pendapat yang rajih (kuat)[1].Tidak wajib zakat pada harta haram, yaitu harta yang diperoleh manusia dengan cara haram, seperti ghasab (ambil alih semena-mena), mencuri, pemalsuan, suap, riba, ihtikar (menimbun untuk memainkan harga), menipu. Cara-cara ini tidak membuat seseorang menjadi pemilik harta. Ia wajib mengembalikan kepada pemiliknya yang sah. Jika tidak ditemukan pemiliknya, maka ia wajib bersedekah dengan keseluruhannya. [2]
Sedangkan hutang, yang masih ada harapan kembali, maka pemilik harta harus mengeluarkan zakatnya setiap tahun. Namun jika tidak ada harapan kembali, maka pemilik hanya berkewajiban zakat pada saat hutang itu dikembalikan dan hanya zakat untuk satu tahun (inilah madzhab Al-Hasan Al-Bashriy dan Umar bin Abdul Aziz) atau dari tahun-tahun sebelumnya (madzhab Ali dan Ibnu Abbas).[7]
2. Berkembang. Artinya, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya harus harta yang berkembang aktif, atau siap berkembang, yaitu harta yang lazimnya memberi keuntungan kepada pemilik. Rasulullah saw. Bersabda, “Seorang muslim tidak wajib mengeluarkan zakat dari kuda dan budaknya.” (Muslim). Dari hadits ini beberapa ulama berpendapat bahwa rumah tempat tinggal dan perabotannya serta kendaraan tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Karena harta itu disiapkan untuk kepentingan konsumsi pribadi, bukan untuk dikembangkan. Dari ini pula rumah yang disewakan dikenakan zakat karena dikategorikan sebagai harta berkembang, jika telah memenuhi syarta-syarat lainnya.
3. Mencapai nishab, yaitu batas minimal yang jika harta sudah melebihi batas itu, wajib mengeluarkan zakat; jika kurang dari itu, tidak wajib zakat. Jika seseorang memiliki kurang dari lima ekor onta atau kurang dari empat puluh ekor kambing, atau kurang dari dua ratus dirham perak, maka ia tidak wajib zakat. Syarat mencapai nishab adalah syarat yang disepakati oleh jumhurul ulama. Hikmahnya adalah orang yang memiliki kurang dari nishab tidak termasuk orang kaya, sedang zakat hanya diwajibkan atas orang kaya untuk menyenangkan orang miskin. Hadits Nabi, “Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya.” (Bukhari dan Ahmad)
4. Nishab itu sudah lebih dari kebutuhan dasar pemiliknya sehingga ia terbukti kaya. Kebutuhan minimal itu ialah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi ia akan mati. Seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, alat kerja, alat perang, dan bayar hutang. Jika ia memiliki harta dan dibutuhkan untuk keperluan ini, maka ia tidak zakat. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah swt., “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.” (Al-Baqarah: 219). Al-afwu adalah yang lebih dari kebutuhan keluarga, seperti yang dikatakan oleh kebanyakan ahli tafsir. Demikian juga yang Rasulullah saw. katakan, “Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya.” (Bukhari dan Ahmad). Kebutuhan dasar itu mencakup kebutuhan pribadi dan yang menjadi tanggung jawabnya seperti isteri, anak, orang tua, kerabat yang dibiayai.
5. Pemilik lebih dari nishab itu tidak berhutang yang menggugurkan atau mengurangi nishabnya. Karena membayar hutang lebih didahulukan waktunya daripada hak orang miskin, juga karena kepemilikan orang dan kurang. Orang yang berhutang adalah orang yang diperbolehkan menerima zakat, berhutang itu lemah termasuk dalam kelompok gharimin, dan zakat hanya wajib atas orang kaya.
Hutang dapat menggugurkan atau mengurangi kewajiban zakat berlaku pada harta yang zhahir, seperti hewan ternak dan tanaman pangan, juga pada harta yang tak terlihat seperti uang.
Syarat hutang yang menggugurkan atau mengurangi zakat itu adalah:
a. hutang yang menghabiskan atau mengurangi nishab dan tidak ada yang dapat dugunakan membayarnya kecuali harta nishab itu.
b. hutang yang tidak bisa ditunda lagi, sebab jika hutang yang masih bisa ditunda tidak menghalangi kewajiban zakat.
c. Syarat terakhir, hutang itu merupakan hutang adamiy (antar manusia), sebab hutang dengan Allah seperti nadzar, kifarat tidak menghalangi kewajiban zakat.
6. Telah melewati masa satu tahun. Harta yang sudah mencapai satu nishab pada pemiliknya itu telah melewati masa satu tahun qamariyah penuh. Syarat ini disepakati untuk harta seperti hewan ternak, uang, perdagangan. Sedangkan pertanian, buah-buahan, madu, tambang, dan penemuan purbakala, tidak berlaku syarat satu tahun ini. Harta ini wajib dikeluarkan zakatnya begitu mendapatkannya. Dalil waktu satu tahun untuk ternak, uang, dan perdagangan adalah amal khulafaur rasyidin yang empat, dan penerimaan para sahabat, juga hadits Ibnu Umar dari Nabi saw., “Tidak wajib zakat pada harta sehingga ia telah melewati masa satu tahun.” (Ad-Daru Quthni dan Al-Baihaqi[8]





C. PENUTUP
a. Kesimpulan
Permasalahan kemiskinan tidaklah semata masalah keterbatasan sumber daya ekonomi, sehingga bantuan-batuan tunai yang bersifat pemberian langsung tidaklah selalu tepat. Pemberian uang tunai untuk kebutuhan konsumsi, juga bukanlah satu-satunya langkah yang ditempuh. Pemberian yang bersifat langsung lebih efektif untuk kondisi-kondisi darurat, seperti untuk korban bencana alam. Namun untuk menanggulangi kemiskinan hingga ke akar masalahnya, perlu suatu program yang komprehensif dan berkesinambungan dengan mempertimbangkan segala aspek yang terkait dengan kemiskinan. Orang miskin bukanlah orang yang tidak punya apa-apa, melainkan hanya memiliki sedikit sumber daya saja. Namun, sumber daya yang sedikit ini dapat diberdayakan agar mereka dapat mandiri dan tidak terus bergantung pada orang lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa aspek ekonomi menjadi suatu indikasi yang mudah diukur dalam penanggulangan kemiskinan. Namun, kemiskinan terkait dengan banyak aspek, termasuk aspek sosial dan pendidikan. Kemiskinan seringkali disebabkan karena terisolasinya seseorang dalam pergaulan sosial, dan rendahnya tingkat pendidikan.
zakat adalah hak yang berupa harta yang wajib ditunaikan dalam harta tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu dan dalam waktu tertentu pula. Zakat adalah hak orang lain bukan pemberian dan karunia dari orang kaya kepada orang miskin. Zakat adalah hak harta yang wajib dibayarkan dan syari'at Islam telah mengkhususkan harta yang wajib dikeluar-kan serta kelompok orang yang berhak menerima zakat, juga menjelaskan secara jelas tentang waktu yang tepat untuk mengeluarkan kewajiban zakat.

b. Saran
Seharusnya pemerintah dalam mengelola zakat harus dikelola dengan manajemen yang baik, juga di wajibkan kepada seluruh orang yang telah cukup nisab hartanya untuk memberikan zakat, karena dengan adanya zakat, dapat merubah masyarakat menjadi sejahtera, tentram dan damai.
[1] Dr.syauqi ismailsyahhati, Penerapan Zakat dalam dunia moder,pustaka dian.1987,h 126
Dr.syauqi ismailsyahhati, Penerapan Zakat dalam dunia moder,pustaka dian.1987, h 127-128

[3] Dr.syauqi ismailsyahhati, Penerapan Zakat dalam dunia moder,pustaka dian.1987
[4] Dr.syauqi ismailsyahhati, Penerapan Zakat dalam dunia moder,pustaka dian.1987, h133136
[5] Dr.syauqi ismailsyahhati, Penerapan Zakat dalam dunia moder,pustaka dian.1987, h 137
[6] Google.co.id
[7] Google.co.id

[8] Google.co.id

Tidak ada komentar: