Minggu, 28 Desember 2008

happy moeslem new year 1430H

,,,Happy moeslem new years 1430H....


so easy lerning my self...

Next time, perhaps at this time n tomorrow is better then past,,

Happy for moelem new year 1430 H

Senin, 01 Desember 2008

keadilan sosial dalam islam



Daftar Isi Kata Pengantar.........................................................................................................2I. Pendahuluan...........................................................................................4-6II. Pembahasan............................................................................................A. Pengertian Sosial Menurut Islam .........................................................7-11
B. Bentuk Keadilan Sosial Dalam Islam ..................................................11-13
C. Asas asas Sistem Sosial Islam ..............................................................13-21
D. Keadilan Dalam Pandangan Sosial................................................... 21-23
E. Keadilan Adalah Falsafah Sosial............................................................ 23
III. Penutup ...........................................................................................24-25
IV. Daftar Pustaka.....................................................................................26
KEADILAN SOSIAL DALAM ISLAM I. PENDAHULUAN Dewasa ini kondisi internasional dan domestik di beberapa negara Timur Tengah menimbulkan aktivisme Islam yang bertambah nyata atau, sering disebut, kebangkitan Islam. Studi ini akan menyoroti hubungan antara arapan-harapan masyarakat muslim yang didasarkan pada agama (the eligion-based expectations) dan manifestasi-manifestasi aktivisme slam yang ada sekarang ini. Sebagai sebuah pedoman mengenai gagasan dasar keadilan sosial dalam Islam dan untuk menolong pembaca dalam emahami harapan-harapan masyarakat muslim yang didasarkan pada agama (the religion-based expectations) studi ini akan menggunakan jurisprudensi Islam (fiqh).Sebutan paling sering bagi negara Islam (Islamic state) adalah Syari'ah (hukum Islam yang sangat penting untuk menentukan legitimasidan jastifikasi pemerintahan Islam. Beberapa tema idiologis dalam jurisprudensi Islam mengajarkan banyak hal yang berkaitan denganpemerintahan; namun, studi ini akan menganalisis sebuah tambahan darisumber hukum Islam, yakni, maqasid al Syari'ah (tujuan-tujuan dari Syari'ah). Ada empat sumber hukum dalam Syari'ah: al-Qur'an, Hadist dan Sunnah, Ijma (kesepakatan fuqaha/mufti dalam keputusan) dan qiyas (silogisme).Sumber hukum, khususnya yang terakhir, menggunakan akal-pikiran manusia. (ini bukan berarti menganggap bahwa tiga yang lainnya tidak mengunakan akal-pikiran manusia; tetapi, secara relatif dikatakan bahwa qiyas adalah sumber hukum yang membutuhkan deduksi dan rujukan kemanusiaan). Qiyas sebagai satu sumber hukum telah menghasilkan gagasan-gagasan seperti ijtihad dan ra'i dalam formasi Syari'ah. Sebagai sumber hukum qiyas dan penggunaannya menyediakan perdebatan yang hidup di antara para fuqaha dalam seluruh sejarah Islam. Diantara pengunaan yang sama adalah konsep maqasid al Syari'ah, yang menyediakan teori dasar bagi studi aktivisme Islam dalam penelitian ini. Dalam masyarakat Islam, aktivisme Islam adalah sebuah fungsi dari tingkat di mana pelaksanaan Negara dijatuhkan pada semacam prinsip keadilan keadilan sosial Islam sebagaimana diwujudkan dalam maqosid. Di beberapa negara muslim, aktivisme Islam adalah penomena sosial yang mendapatkan penerimaan di tengah-tengah masyarakat. Namun, ketegangan antara kaum elit sekuler dan kaum aktivisme Islam tetap ada, dan dalam studi kasus akan menjelaskan lebih lanjut ketegangan ini. Walaupun ada perbedaan opini dalam aturan-aturan kenegaraan, penelitian harus menguji bagaimana dukungan yang besar bagi aktivisme Islam dan apakah ketenarannya itu dikaitkan pada kegagalan negara dalam memenuhi kebutuhan rakyat dan keluhan-keluhan yang disampaikannya. Aktivisme Islam termasuk semua tingkat perbedaan dan naungannya dalam aktivisme politik, demontrasi-demontrasi tanpa kekerasan untuk mencoba dalam kehudupan publik pigur (on public pigure'lives), dan juga ancaman kepentingan Barat dimasing-masing negara akan diuji. Konsep penting lainnya adalah keadilan social dalam Islam. Keadilan sosial dalam Islam, sebagaimana telah disebut di awal, adalah penjelmaan dari Syari'ah. Kebiasaan dan aturan Syari'ah adalah sesuatu yang diturunkan dari al-Qur'an dan Sunnah (perkataan dan perbuatan nabi). Ruh dari Syari'ah akan dijelaskan lebih lanjut oleh sejumlah fuqaha (sarjana hukum Islam). Penjajakan dari esensi Syari'ah telah memunculkan banyak sarjana yang percaya bahwa beberapa hak dan kebutuhan dasar harus dilindungi oleh undang-undang. Hak-hak dan kebutuhan dasar ini telah dikumpulkan dan dikembangkan lebih lanjut oleh sejumlah sarjana muslim. Namun studi saya ini berfokus pada aturan dari maqosid dalam menjelaskan aktivisme Islam. Oleh karena itu, prestasi negara akan diukur oleh kemampuannya dalam melindungi ajaran-ajaran dari maqosid. Preposisi dasarnya adalah bahwa aktivisme Islam adalah sebuah fungsi dari prestasi negara yang sesuai dengan tujuan-tujuan Syari'ah, dan itu adalah maqosid. Sebuah tinjauan dari literatur ilmu sosial Barat menunjukan bahwa ada tiga pendeketan teoritis yang berhubungan dengan analisis aktivisme sekarang ini: modernisasi/pembangunan ekonomi, studi kebudayaan, dan ketidakpuasan umum discontent popular/mobilisasi massa. Meskipun pendekatan-pendekatan itu saling melengkapi, dari tujuan menganalisis dan mengkaji ulang berbagai literatur, saya akan mengkarakterisasi masing-masing pendekatan itu dengan merujuk pada elemen-elemen khsusus yang memisahkannya.
II. PEMBAHASAN.
A. Pengertian Sosial Menurut Islam
Perkataan sosial berarti setiap aktiviti atau kegiatan manusia dalam masyarakat. Istilah ini juga apabila dihubungkaitkan dengan manusia membawa pengertian kepada sebarang kelakuan atau sikap yang dipengaruhi oleh pengalaman pengalaman dan tingkah laku orang lain yang telah lalu dan semasa, sama ada secara langsung atau secara tidak langsung. Manusia sejak dahulu hingga hari ini mewujudkan kehidupan masyarakat mereka menurut berbagai bagai teori sosial. Islam sebagai al Din yang bersifat rabbani meletakkan alas asas utama kehidupan sosial yang bersih daripada sebarang keterlaluan dan ketidakseimbangan.
Masyarakat atau society menurut Islam adalah satu panggabungan manusia yang diwujudkan melalui ikatan undang undang rabbani bagi mencapai tujuan kehidupan kemasyarakatan yang harmoni dan aman damai. Ia merupakan satu peraturan hidup yang berdasarkan kepada TauhiduLlah dan kepatuhan terhadap Illayiyyah Nya. Sistem sosial Islam merangkumi keseluruhan hubungan kemasyarakatan yang saling kait mengait di antara satu sama lain dan kekuatannya terletak pada undangundang yang mengendalikan sistem tersebut.
Dalam peraturan sosial Islam, undang undang Allah mendahului masyarakat dan menguasainya. Peraturan peraturan sosial yang selainnya yang tidak didahului oleh undang undang dan peraturan peraturan Allah digubal untuk memenuhi kepentingan kepentingan yang menurut tanggapan 'aqal dan hawa nafsu manusia. Undang undang kepada sistemsistem bukan Islam berubah menurut perubahan masyarakat, sedangkan undang undang rabbani tetap dan tidak membenarkan perjalanan masyarakat menyimpang daripada apa yang ditetapkan oleh Allah. [1]
1. MAKNA KEADILAN SOSIAL
a.Keadilan: Program Kehidupan
Islam merupakan agama yang adil dan seimbang, sekaligus jalan yang lurus. Umat Islam merupakan umat pertengahan (yang berada di tengah-tengah). Sementara itu, sistem Islam yang diberlakukan tak lain dari wujud keadilan itu sendiri.Dalam Islam, selain air mataJuga terdapat sebilah pedang. Islam, selain merancang program untuk menjaga kesehatan jasmani. juga memperhatikan perkembangan maknawi dan ruhani seseorang. Adanya (kewajiban) shalat pasti disertai adanya (kewajiban) zakat. Kecintaan serta hubungan dekat (tawalli) dengan para wali Allah pasti diiringi dengan keberlepasan dan penjauhan diri (tabarri) dari musuh-musuh Allah. Di samping mendukung ilmu pengetahuan, Islamjuga mengutamakan amal. Himbauan Islam kepada keimanan dan keislaman, niscaya dibarengi dengan anjuran untuk beramal saleh.
Perintah untuk bertawakal kepada Allah akan senantiasa beriringan dengan perintah untuk bekerja dan berusaha keras. Penghargaan terhadap milik pribadi pasti akan diiringi dengan pelarangan untuk membuat kerugian dan penyalahgunaan dari kepemilikan tersebut. Di dalam perintah untuk memberi rnaaf, terdapat pula perintah untuk melaksanakan hukuman (qishash) secara tegas dan tidak memperdulikan belas kasihan. Suatu ketika, serombongan orang melaporkan kepada imam bahwa si fulan mengerjakan salatnya secara acuh tak acuh. Imam bertanya, "Bagaimanakah cara berpikirnya?' Artinya, apabila ibadah individual seseorang telah sempurna, pasti dirinya akan jeli dalam berpikir.
Hubungan Keadilan Sosial dengan Pandangan Dunia Ilahiah
Sekarang ini, banyak slogan yang begitu memikat yang bergaung di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Namun, apabila slogan-slogan tersebut tidak ditopang oleh suatu prinsip yang kokoh, maka semua itu tak lebih dari "sebuah bentuk tanpa isi".
Ungkapan "keadilan sosial" adalah salah satunya. Kita menyaksikan bahwasannya hampir seluruh rezim yang berkuasa di dunia ini senantiasa menggembar-gemborkan slogan tersebut, seraya menyatakan dirinya sebagai pedukung keadilan sosial.Namun, kita juga sering menjumpai kenyataan bahwa tak satupun dari rezim-rezim tersebut yang benar-benar menjalankan keadilan. Sebabnya, slogan-slogan tersebut tidak memiliki akar yang kokoh sehingga lebih bersifat retorik belaka.
Dalam Islam, problem persamaan dan penyamarataan memiliki akar yang cukup mendalam:
1. Seluruh keberadaan di jagat alam ini berada di bawah pengawasan Tuhan Yang Mahabijaksana, yang tidak mengandungi kerancuan dan kekacauan. Dengan begitu, saya yang merupakan salah satu bagian alam ini, dapat melakukan berbagai kegiatan dengan sesuka hati, namun tetap tidak terlepas dari ketentuan dan sistem yang berlaku.
2. Seluruh perbuatan, ucapan, dan bahkan pemikiran kita berada di bawah pengawasan-Nya. Dalam hal ini, Tuhan senantiasa memperhatikan diri kita. Kelak, semua perbuatan kita akan diadili di hadapan mahkamah-Nya yang adil.
3. Kita semua berasal dari tanah, dan akhirnya akan kembali ke tanah. Di antara butiran-butiran tanah, tidak terdapat perbedaan apapun. Kalau memang demikian, lantas mengapa saya menjadi berbeda (lebih istimewa) dari yang lain?
4. Segenap manusia merupakan hamba-hamba Allah, dan bersahabat dengan mereka merupakan sesuatu yang diridhai-Nya. Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling menggemari kebaikan.
5. Seluruh keberadaan di jagat alam ini tidak dapat melampaui batasan, ketentuan, serta hak yang telah ditetapkan sang Pencipta.
6. Ayah dan ibu kita semua adalah sama (Nabi Adam dan Sm Hawa).
Penafsiran serta pemahaman terhadap eksistensi alam dan manusia semacam inilah yang dilandasi "Pandangan Dunia Ilahiah".
Semua itu merupakan sarana yang paling kondusif dalam penciptaan keadilan. Dan faktor yang sanggup merusak dan memporakporandakan sarana tersebut tak lain dari segenap tuntutan hawa nafsu.
b.Keadilan: Kecenderungan Fitrah
Al-Quran menyatakan bahwa secara fitrah Kami (maksudnya, Allah) telah menganugerahi manusia pelbagai kemampuan untuk mengetahui dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, "...maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan".[1]
Sebagai contoh, seorang anak yang menmpkan sebuah apel kepada Anda. Setelah itu, ia pergi barang sejenak untuk mengambil air minum. Namun, ketika kembali dan mengetahui bahwa Anda telah memakan buah apel itu, kendati cuma secuil, tentu ia akan langsung kecewa. Raut mukanya kontan akan memperlihatkan ekpresi khusus, seolah-olah hendak mengatakan, "Aku menganggapmu seseorang yang bisa dipercaya, namun mengapa engkau berkhianat!" Kalimat semacam ini pasti terlintas dalam benak anak tersebut, diucapkan ataupun tidak.
Secara fitriah, setiap manusia pasti menyukainya. Sebagai bukti tentang kebenaran hal tersebut dapat dilihat bahkan pada kenyataan di seputar orang-orang yang zalim.Orang-orang zalim senantiasa membuat-buat berbagai alasan demi membenarkan dan mengabsahkan keazlimannya, seraya berusaha menunjukkan perbuatannya tersebut sebagai sesuatu yang adil.
c.Keadilan: Syarat Utama
Dalam Islam, seluruh pos penting kehidupan sosial harus diletakkan di bawah tanggungjawab orang-orang yang adil; yang dalam kehidupan sosial tidak memiliki riwayat hidup yang buruk dan dikenal memiliki kelayakan serta kesucian diri.
Dalam sebuah pengadilan, seorang hakim, para saksi, dan seluruh pegawai yang bekerja di situ harus terdiri dari orang-orang yang adil dalam berbicara dan mencatat. Imam salat Jumat dan salat jamaah haruslah scseorang yang adil. Seorang marji' taqlid (ulama yang fatwanya diamalkan orang-orang awam), pemimpin revolusi, serta pihak yang bertanggung jawab mengelola baitul mal atau perceraian, harus berpijak semata-mata di atas prinsip keadilan. Sebuah berita atau intonnasi baru dapat diterima apabila disampaikan oleh orang yang adil.
Ringkasnya, Islam menjadikan prinsip keadilan sebagai syarat utama dalam kehidupan bermasyarakat serta terhadap pelbagai persoalan yang terkait dengan hukum, kehidupan sosial, keluarga, dan perekonomian.

B. Bentuk Keadilan Sosial Dalam Islam
Untuk dapat menghayati bentuk keadilan sosial dalam islam, kiyt harus memahami terlebih dahulu tentang konsep alam, kehidupan dan manusia. Jkeadilan sosual tidak lain hanyalah sekedar cabang dari prinsip besar, di mana seluruh pembahasan islam harus dirujukkan kepadanya. [2]
Islam memiliki bentuk hubungan antara khalik dengan makhluk-Nya; hubungan antara sesama makhluk, dengan alam semesta dan kehidupan ; hubungan antara manusia dengan dirinya, antara individu dan masyrakat, natara individu dan negara, antara seluruh ummat manusia, dan antara generasi yang satu dengan generasi yang lain.
Alam semesta ini merupakan satu keatuan yang sempurana bagian-bagiannya: simetris penciptaanya, sistem dan arahnya; dengan hukum perwujudannya yang keluar dari kehendak yang tunggal, absolut dan sempurna. Oleh karena itu, alam semesta bukanlah musuh bagi kehidupan manusia, tetpai ia merupakan shabat yang memiliki arah dan tujuan yang tidak berbeda denagn yang dimiliki oleh kehidupan dan manuisa. [3]
Islam adalah agama kesatuan antara selururh kekeuatan alam. Dan tidak diragukan lagi bawa ia adlah agama tauhid; pengesaan tuhan, pengesaan selururh agama dalam agama Allah, dan pengesaan Rasul dalam menyebarkan agama yang satu pula semenjak munculnya fajar kehidupan” sesunggunya agama tauhid ii adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah aku ” (QS, 21:92). Ilam memendang manusia sebagi satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara kebutuhan rohani dan dorongan jasmaniyahnya, antara kebutuhan spiritual dan kebutuhan materialnya.Islam memandang alam semesata dan kehidupan denagn kacamata integral yang tidak beraneka dan terpisah-pisah. Selanjutanya, kehidupan dalam pandanagn Islam, merupakan kasih sayang, persaudaraan, totlong-menolong dan tenggang menenggang, dalamasas yang jelas batasnya dan sistem yang jelas ketenyunnya, baik antara seluruh ummat Islam khususnya dan antara individu-individu manusia pada umumnya.[4]
Islam telah menetapkan prinsip-prinsip dalam kesempatan yang memadai, prinsip-prinsip keadilan orang –orang yang berbeda, dan membuak pintu yang selebar-lebarnay agar mereka bekerja dengan penuh kemampuan mereka. Dan dalam masalh kekayaan, Isla telah menetapkan dan mengatur hak-hak fakair miskin sesuai dengan kebutuhan mereka dan yang emmebawa kebaikan bagi masyarakat, serta menmain terwujudnya keadilan, terpenuhinya kebutuhan dan pertumbuhan individu. Dalam siis ini Islam tidak menutup sedikitpun tentang kehidupan material dan spiritual; agama dan keduniawian.[5]
C. Asas asas Sistem Sosial Islam
Al Qur'an dan al Sunnah telah menggariskan beberapa asas utama kehidupan sosial bagi manusia, di antaranya:
1. Bekerjasama Untuk Kebaikan
Bekerjasama antara satu sama lain untuk melaksanakan kebajikan dan tidak bekerjasama untuk dosa dan kezaliman. Firman Allah yang mafhumnya:
"Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (Al Ma'idah: 2)
"Dan orang orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah daripada yang mungkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan mereka ta'at kepada Allah dan Rasul Nya...' (At Taubah: 71)
2. Hubungan Sesama Manusia adalah Satu 'lbadah
Segala bentuk perhubungan di antara manusia, adalah dengan tujuan untuk melaksanakan keta'atan kepada Allah. Firman Allah yang mafhumnya: "Mereka diliputi kehinaan di mana sahaja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (al Din) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia." (Ali 'Imran: 112)
"Hai orang orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenarbenar taqwa kepada Nya; dan janganlah sekali kali kamu mati melainkan dalam keadaan sebagai muslim. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (al Din) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai." (Ali 'Imran: 102-103)Menjaga perjanjian dengan manusia dan bersatu padu di dalam masyarakat adalah perintah perintah Allah. Menta'ati perintah Allah adalah 'ibadah kepada Nya.
3. Tujuan Membina Masyarakat ialah untuk Menegakkan 'Aqidah Tauhid
Dasar kehidupan bermasyarakat adalah untuk menegakkan kepemimpinan Islam yang menyeru dan menegakkan asas asas 'aqidah tauhid kepada seluruh masyarakat. Firman Allah yang mafhumnya:
"(Iaitu) orang orang yang jdca Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, nescaya mereka mendirikan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan kepada Allah kembali segala urusan." (Al Hajj: 41)
4. Tidak Merosakkan dan Tidak Membantu dalam Merosakkan Masyarakat
Dasar kehidupan bermasyarakat ialah untuk menghindarkan sebarang kerosakan terhadap sesiapa di dalam masyarakat sama ada dari segi i'tiqad, jiwa, 'aqal, keturunan dan harta benda. Firman Allah yang mafhumnya: "Jangan kamu berbuat kejahatan di permukaan bumi sesudah ia menjadi baik." (A1 A'raf: 56).[6]
C. Ciri ciri Sistem Sosial Islam
a. Persamaan di Kalangan Umat Manusia
Sistem sosial Islam melihat perbezaan bangsa, warna kulit, bahasa dan kewarganegaraan sebagai perkara tabi'i dalam pertumbuhan dan perkembangan tamaddun manusia. Islam tidak bertujuan untuk melenyapkan perbezaan perbezaan seperti ini ataupun mengetepikannya memandangkan kebaikan kebaikan yang terdapat dalamnya dapat memudahkan manusia mengenal di antara satu sama lain.
Firman Allah yang mafhumnya:
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu daripada seorang laki Iaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu bangsa bangsa dan bersuku suku supaya kamu sating kenai mengenal...'' (Al Huj urat: 13)
Namun demikian Islam menolak sikap membeza bezakan darjat ketinggian sesuatu kumpulan manusia di atas dasar bangsa, wama kulit, bahasa, kewarganegaraan dan seumpamanya. Islam menetapkan bahawa menentukan darjat manusia semata mata di atas alasan alasan tersebut sebagai satu manifestasi jahiliyyah yang menyesatkan. Ini kerana bumi ini sejak dahulu. hingga ke akhir tamaddun kemanusiaan adalah berasal daripada asal keturunan yang satu. Oleh kerana itu mereka adalah bersaudara dalam status sebagai manusia.
Semua manusia, tanpa mengira wama kulit atau bahasa mereka di dalam sistem sosial Islam adalah sama. Warna kulit dan bahasa tidak dapat mengurangkan status kemanusiaan mereka. Hanya 'aqidah dan keimanan sahaja yang boleh membezakan manusia sebagaimana yang ditegaskan oleh al Qur' an.
Firman Allah yang mafhumnya:
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu." (Al Hujurat: 13)
Oleh itu, masyarakat Islam tegak di atas dasar 'aqidah. Sesiapa yang menganut 'aqidah ini maka ia menjadi anggota kepada masyarakat tersebut dan mempunyai hak yang sama dengan sesiapa sahaja tidak menganut 'aqidah Islam, mereka tetap diberikan hak hak dan dapat tinggal di bawah naungan masyarakat Islam di atas dasar persamaan daripada segi kemanusiaan.


b. Pemeliharaan Kemuliaan Akhlak.
Di antara ciri ciri yang tertonjol di dalam sistem sosial Islam ialah ketegasannya dalam memelihara akhlak setiap anggota dalam masyarakat. Pentingnya pemeliharaan akhlak yang mulia ialah kerana memandangkan sesebuah masyarakat yang bersih dan suci daripada sebarang kejahatan dan kekejian akan dapat membangunkan anggota anggota yang bersih pemikirannya, balk percakapannya dan sempurna perbuatannya.
Di atas dasar inilah institusi pertama dan terpenting dalam sistem sosial Islam ialah rumah tangga, Islam menetapkan bahawa hubungan yang sah di antara laki laki dan perempuan hanyalah dengan ikatan perkahwinan. Melalui ikatan rumah tangga kesucian laki laki dan perempuan terjamin dan melalui jamman ini sesuatu rumah tangga itu akan memainkan peranan membina masayarakat kecil mereka sendiri, iaitu sebuah keluarga, dengan rasa penuh tanggungjawab. Suasana tanggungjawab dalam membina keluarga ini merupakan salah satu daripada sistem kawalan yang terbaik dalam sistem sosial Islam. la dikatakan sebagai sistem kawalan kerana melaluinya anak anak yang bakal mendirikan satu generasi baru dididik dan dilatih dengan akhlak dan nilai nilai yang ditetapkan oleh Islam. Kepincangan sistem sistem sosial yang selain daripada Islam banyak terletak kepada pengabaiannya terhadap peranan ibu bapa dan rumah tangga dalam mendidik dan melatih anak anak dengan nilai nilai yang baik.
Di samping itu, sistem sosial Islam pula menetapkan beberapa peraturan yang berteraskan kepada akhlak bagi menentukan hubungan hubungan di antara manusia di dalam masyarakat. Sifat sifat yang baik dinyatakan sejelas jelasnya, sementara sifat sifat yang buruk dikeji sekeras kerasnya agar sifat sifat yang buruk itu dibenci oleh anggota masyarakat. Untuk mengukuhkan ketegasan Islam terhadap sifat sifat yang buruk ini, maka di dalam masyarakat Islam sebahagian daripada perbuatan perbuatan yang terbit daripada sifat sifat yang buruk ini dianggap sebagai jenayah dan dikenakan hukuman hukuman hudud dan ta'zir.
Peraturan peraturan dan hukuman hukuman yang ditetapkan dalam sistem bermasyakarakat dan bernegara secara Islam adalah dengan tujuan untuk memelihara keluhuran akhlak anggota anggota masyarakatnya.
c. Menegakkan Keadilan Sosial
Seluruh kehidupan dalam masyarakat dapat dibahagikan secara kasar kepada dua bahagian utama, iaitu politik dan ekonomi. Sistem sosial Islam menegakkan keadilan sosial dengan menetapkan sistem sistem ekonomi dan politik yang seimbang dan lurus bertepatan dengan undang undang yang bersifat rabbani.
Islam sebagai al Din yang syumul, tidak seperti agama agama lain, mengendalikan keperluan masyarakat, cara cara untuk mendapat mata pencarian, cara cara menambahkan pendapatan serta menggunakannya. Dalam mengendalikan perkara perkara ini pula, Islam menetapkan sistem ekonomi yang tegak di atas dasar akhlak yang mulia. Semua kegiatan ekonomi dalam Islam berdasarkan kepada sikap ini, sistem ekonomi Islam membersihkan manusia daripada penyakit tamak dan haloba yang menjadi punca kepada segala masalah sosial yang berkaitan dengan harta dan kebendaan.
Keadilan sosial yang dijamin oleh sistem ekonomi Islam menetapkan tidak ada sesiapa pun dalam masyarakat yang mempunyai peluang sepenuh penuhnya untuk menghimpun kekayaan dengan mengabaikan dan merampas hak hak anggota lain di dalam masyarakat. Ke'adilan sosial ini menekankan kekayaan tidak hanya boleh berlegar di kalangan orang orang kaya sahaja, tetapi sebaliknya ia hendaklah dimanfa'atkan oleh semua anggota di dalam masyarakat melalui perniagaan dan jual beli.
Firman Allah yang mafhumnya:
"Supaya harta itu hanya beredar di antara orang orang kaya sahaja di antara kamu." (Al Hasyr: 7)
"Hai orang orang yang beri.man, janganlah kamu saling memakan harta sesama kamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu." (An Nisa': 29)
Keadilan sosial dalam bidang ekonomi yang dijamin oleh sistem sosial Islam menetapkan pembahagian yang saksama terhadap peluang untuk mendapatkan kekayaan di kalangan semua anggota masyarakat. Dengan cara ini semua manusia yang dianugerahkan bakat dan kebolehan oleh Allah dapat menggunakannya untuk mendapatkan pendapatannya masingmasing. Mereka yang lebih berkeupayaan akan mendapat lebih dan mereka yang kurang berkemampuan akan mendapat kurang. Namun demikian tidak ada sesiapa pun yang dizalimi kerana masing masing diberi peluang yang sama terhadap bahan bahan dan sumber sumber yang boleh mereka usahakan. Di atas hakikat berbezanya daya kebolehan dan kemampuan manusia inilah, sistem sosial Islam menetapkan bahawa orang orang berkemampuan mengeluarkan zakat dan sedekah bagi mencukupkan dan membantu kehidupan orang orang yang kurang bernasib baik. Dengan ini keadilan sosial dalam bidang ekonomi yang direncanakan oleh sistem sosial Islam memastikan bahawa kekayaan mesti digunakan dan dimanfa'atkan untuk tujuan tujuan yang baik dan pada jalan yang ma'ruf, bukannya untuk kemungkaran atau hanya dihimpunkan kepada beberapa orang tertentu sahaja.
Bidang keadilan sosial yang menyangkut dengan politik pula berkisar di sekitar prinsip samaratanya semua manusia di sisi undang undang. Dalam sistem politik Islam tidak ada sesiapa yang duduk di atas undang undang. Pemerintah atau orang orang yang diperintah, sama ada muslim atau bukan muslim semuanya tertakluk kepada undang undang selagi mana ia menyangkut dengan kepentingan sosial.
Keadilan sosial dalam bidang politik juga memastikan bahawa pemerintahan bukan milik sesuatu golongan atau kumpulan dalam masyarakat. Pemerintahan tidak boleh diwariskan dan tidak pula boleh diwarisi oleh sesiapa. Tetapi pemerintahan adalah satu amanah orangorang Islam yang hanya diberikan kepada orang yang paling layak di atas dasar taqwa, ke'ilmuan dan kemampuan untuk memikulnya. Di atas dasar inilah setiap anggota masyarakat yang Islam berhak untuk memilih pemimpin mereka, menasihatinya dan menegur kekurangankekurangannya.
d. Melindungi Kebebasan Manusia
Kebebasan merupakan salah satu daripada hak hak asasi manusia. Kebebasan kebebasan yang dilindungi oleh sistem sosial Islam ialah kebebasan manusia beragama, kebebasan bersuara, kebebasan untuk mendapat pendidikan, dan kebebasan mencari dan memilih pekerjaan. Namun demikian dasar yang ditetapkan oleh sistem sosial Islam ialah tanggungjawab dan tugas menjaga keselamatan sosial lebih didahulukan daripada menuntut hak dan memenuhi kebebasan. Dasar ini ditetapkan agar segala penyelewengan terhadap kebebasan yang disalahertikan oleh mana mana anggota masyarakat yang boleh menggugat kepentingan awam serta keselamatan masyarakat dapat dihindarkan. Melalui dasar ini, sesuai dengan tujuan tertegakkan sebuah masyarakat Islam, setiap individu di dalam masyarakat diharapkan mempunyai kesedaran yang penuh untuk mendahulukan kepentingan negara dan masyarakat daripada mementingkan kepentingan peribadi.

e. Metodologi Islam dalam Membangunkan Masyarakat
Dasar dasar yang ditetapkan oleh sistem sosial Islam bertujuan untuk membangunkan sebuah masyarakat yang baik dan sejahtera. Malah bukan setakat itu sahaja, sistem sosial juga berhasrat untuk mengekalkan secara berterusan kebaikan dan kesejahteraan di dalam sesebuah masyarakat. Untuk tujuan ini, Islam mempunyai caranya yang tersendiri dalam membangunkan dan mengekalkan sebuah masyarakat yang baik. Cara tersebut digariskan sebagai:
1. Membina Unit unit Keluarga yang Salih
Pembinaan unit unit keluarga yang salih adalah asas pertama bagi sistem sosial Islam. Islam menganggap bahawa ketenteraman jiwa dan hidup yang rukun dan damai bermula daripada kehidupan seorang laki laki dan wanita sebagai pasangan suami isteri di dalam sebuah rumah tangga.
Firman Allah yang mafhumnya:
"Di antara tanda tanda (kebesaran) Allah ialah la menciptakan untuk kamu pasangan (isteri isteri) daripada Oenis) kamu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dyadikan Nya di antaramu rasa kasih dan sayang." (Ar-Rum: 21)
Hajat manusia terhadap keberkekalan zuriat menjadikan rumah tangga sebagai asas binaan yang terpenting dalam kehidupan mereka. Firman Allah yang mafhumnya:
"Dan Allah telah menjadikan bagi kamu isteri isteri daripada diri Uenis) kamu sendiri, dan la menjadikan bagi kamu dari isteri isteri kamu itu anak anak dan cucu cucu. " (An- Nahl: 72)
Hajat manusia terhadap kebaikan zuriat ini dirakamkan oleh alQur'an sebagai yang mafhumnya:
"Tuhan kami, kurniakanlah kepada kami dari isteri isteri dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami iman bagi orang orang yang bertaqwa" (Al-Furqan: 7)
Rumah tangga juga merupakan pusat. kasih sayang dan keinsafan anak anak terhadap kesusahan dan pengorbanan ibu bapa mereka.
Finnan Allah yang mafhumnya:
"Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua ibu bapanya, ibunya mengandungkannya dengan susah payah, dan melahirkannya juga dengan susah payah, mengandungkannya dan menyusukannya tigapuluh bulan." (Al Ahqaf: 15)
Ibunya mengandungkannya dengan menderita kelemahan demi kelemahan dan menyusukannya selama dua tahun." Luqman: 14
Sebuah keluarga yang ditegakkan di atas dasar keimanan akan dipenuhi dengan kasih sayang dan dihiasi pula dengan 'amal 'amal yang salih. Suasana rumah tangga yang salih merupakan asas utama bagi perkembangan segala unsur unsur kebaikan bagi suami, isteri dan anak anak. Perkembangan ini melibatkan segala bidang kehidupan manusia sama ada ia bersifat kerohanian, akhlak, disiplin, ke'azaman bekerja untuk menambahkan sumber rezeki dan seterusnya.
Rumah tangga merupakan markaz pendidikan pertama bagi anakanak yang akan menjadi pewaria generasi akan datang. Rumah tangga yang saleh juga merupakan pusat pelancaran aktiviti bagi setiap mu'min dan mu'minah ke dalam masyarakatnya.
2. Melahirkan Anggota anggota Masyarakat yang Bertaqwa
Bermula dari rumah tangga yang salih dalam sistem sosial Islam akan muncullah individu individu yang bertaqwa. Mereka menyederi segala tanggungjawab mereka terhadap ahli ahli lain di dalam rumah tangga mereka sendiri, mengenal hak hak kaum kerabat dan demikian juga menghormati hak hak jiran tetangga mereka.
Melalui proses pembentukan yang dilakukan di dalam unit unit rumah tangga, sistem sosial Islam bertujuan untuk melahirkan anggota anggota masyarakat yang bertanggungjawab. Sifat tanggungjawab yang diingini oleh Islam adalah di atas dasar taqwa kerana tidak ada neraca kebaikan yang lebih tepat selain daripada taqwa menurut perkiraan Islam.
Firman Allah yang mafhumnya:
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah iatah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. " (Al-Hujurat: 13)
Dengan taqwa sebagai dasar, sikap bertanggungjawab anggotaanggota masyarakat tidak terbatas hanya kepada kaum kerabat dan jiran jirannya yang tertentu, tetapi lebih luas daripada itu. Sikap tanggungjawab seseorang muslim akan menjadikannya bersungguhsungguh untuk menolong sesiapa sahaja di dalam masyarakatnya. Dia memahami, Islam menganjurkan bahawa di mana mana sahaja tempat yang masih terdapat seseorang yang lapar, maka penduduknya tidak termasuk di bawah naungan Allah. Sikap sebegini menjadikan mereka sebagai anggota anggota masyarakat yang saling bekerjasama dalam mengendalikan urusan mereka bersama.
Dengan wujudnya sifat taqwa dan tanggungjawab ini maka wujudlah keamanan dan kedamaian dalam masyarakat. Terhindarlah masyarakat daripada kejahatan dan pencerobohan dan timbullah kasih sayang di antara satu sama lain.
Firman Allah yang mafhumnya:
"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan pertemuan pertemuan mereka kecuali daripada orang yang menyuruh (manusia) member' sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdumaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian kerana mencari keredaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." (An-Nisa': 114)
3. Menegakkan Pemerintahan yang Melaksanakan Amanah
Ma'aruf tidak dapat berkembang dan mungkar tidak dapat dibenteras tanpa adanya pemerintahan. Demikian juga sebuah masyarakat Islam yang sejati tidak mungkin dapat wujud untuk mendaulatkan seluruh syari'at Islam tanpa adanya kekuasaan. Pemerintahan Islam pula tidak dapat kekal sekiranya ia tidak melaksanakan amanah undang undang syari'at yang ditetapkan Allah.
Anggota anggota masyarakat yang bertanggungj awab dan bertaqwa pasti akan memilih pemimpin pemimpin yang bertanggungjawab dan taqwa pula. Di atas dasar inilah peranan pemerintahan Islam adalah untuk menjaga kepentingan rakyat yang memilihnya.
Dengan wujudnya pemerintahan yang melaksanakan amanah maka tegaklah sebuah masyarakat dan negara yang mengikuti seluruh sistem sistem Islam dan hukum hukumnya yang berhubung dengan urusan politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan seterusnya. Dengan wujudnya juga pemerintahan yang melaksanakan amanah maka akan terus berkembang luaslah kebaikan yang terdapat pada diri manusia. Melaluinya juga seluruh manusia akan dapat meni'mati keamanan dan ke'adilan yang sebenarnya.
D. Keadilan Dalam Pandangan Sosial
Keadilan di dalam masyarakat sama dengan asas yang di atasnya didirikan sebuah bangunan sedangkan ihsan sama dengan hiasan sebuah bangunan tersebut dengan cat dan warna-warnanya. Maka kita harus, pertama, membangun asas dulu kemudian baru mengecatnya dan juga memperindahkannya. Apabila bangunan ini telah siap tetapi lemah asasnya maka apakah faedahnya warna dan hiasan itu? Sedangkan apabila asas bangunan itu kukuh, maka tentunya bangunan itu dapat dihuni walaupun belum diperindahkan dan tanpa hiasan. Ada ketikanya satu bangunan itu berlebihan dalam hiasan dan kemewahan lahiriahnya namun asasnya tidak kukuh. Dalam keadaan seperti itu bangunan ini boleh runtuh apabila ditimpa bencana alam seperti hujan lebat.
Selanjutnya, kebaikan, ihsan dan itsar yang pada suatu ketika baik dan bermanfaat serta memiliki keutamaan yang besar di dalam pandangan pelaku kebaikan dan ihsan itu, tetapi pada suatu ketika yang lain tidak baik bagi mereka yang menerima kebaikan dan ihsan tersebut. Ini termasuk yang harus kita perhitungkan sebagaimana kita harus memperhitungkan perhitungan masyarakat. Apabila kita tidak menjaga keseimbangan sosial, dan membiarkan masalah-masalah berjalan tanpa pertimbangan, maka keutamaan moral ini juga kadang-kadang mengakibatkan kemalangan umum dan kehancuran masyarakat. Oleh kerana itu sedekah yang banyak, wakaf-wakaf yang melimpah dan nazar-nazar yang berlebihan akan menjadi seperti banjir yang memporakperandakan masyarakat, ketika ia terbukti mengakibatkan kemalasan orang dan menciptakan masyarakat penganggur yang rusak fikirannya akibat tindakan kebaikan yang berlebih-lebihan itu. Kerugian seperti ini tidak lebih sedikit dari kerugian akibat serangan pasukan tentera musuh yang biadab. Itulah yang dimaksudkan dengan ayat yang mulia yang bermaksud:
" Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini adalah seperti perumpamaan angin yang mengandungi hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (Al-Qur'an 3:117)
Pengaturan masyarakat itu tidak mungkin dapat dilakukan dengan kebaikan dan ihsan kerana asas sistem sosial itu adalah keadilan. Sebenarnya kebaikan dan ihsan itu apabila keduanya tidak dipertimbangkan dan ditentukan akan mengeluarkan permasalahan dari kedudukannya.
Imam Ali bin Husayn bin Ali bin Abi Talib AS berkata:
" Berapa banyak orang yang terkeliru dengan kebaikan dan berapa banyak orang yang tertipu oleh kebaikan dan berapa banyak orang yang terlempar kerana ihsan yang dilakukan oleh orang kepadanya."
Inilah maksud ucapan Imam Ali AS:
" Keadilan itu meletakkan sesuatu perkara pada tempatnya dan kebaikan itu mengeluarkannya dari tempatnya."
Apa maksud Imam Ali AS menyatakan hal itu padahal beliau sendiri menjadi penghulu ahli kebaikan, kedermawan dan itsar? Apa yang dimaksudkan bahawa kebaikan itu mengeluarkan perkara dari tempatnya?
E. Keadilan Adalah Falsafah Sosial
Maksud kenyataan di atas adalah untuk memalingkan pandangan kepada kacamata yang dengannya Imam Ali AS memandang keadilan. Apakah beliau melihat kepadanya dari sudut individu sahaja atau lebih banyak dari dimensi sosialnya? Dengan yang demikian dari segi ucapan Imam Ali AS dan dari segi perbuatan-perbuatannya khususnya perbuatan-perbuatan yang ditegaskan di dalam untaian hikmah-hikmahnya, menunjukkan jelas bahawa keadilan dalam perspektif Imam Muttaqin ini merupakan falsafah sosial Islami dan berada di atas peringkat teratas pemikirannya iaitu dengan memandangnya sebagai undang-undang Islam yang terpenting dan paling mulia.
Politiknya telah ditegakkan di atas asas ini, sehingga tidak mungkin dia akan menyeleweng sejengkal pun darinya walaupun sekadar bergeser dari motivasi dan tujuan. Inilah masalahnya satu-satunya yang banyak membuat kemusykilan baginya, dan ini pada waktu itu dipandang sebagai kunci yang dengannya para sejarah dan muhaqqiq membuka selubung di balik peristiwa yang terjadi pada masa kekhalifahan Imam Ali AS. Ketegasannya dalam masalah ini tidak ada tolok bandingnya.
Ketegasan Imam Ali AS di dalam keadilan yang pada satu sisi dipandang sebagai keadilan tetaoi pada satu sisi yang lain dipandang sebagai hak-hak manusia, cukup untuk menyatakan bahawa itulah yang menjadi falsafahnya sehingga ia menerima khalifah setelah Uthman. Setelah keseimbangan keadilan sosial itu porak-peranda, masyarakat Islam terbahagi kepada dua kelas; orang-orang yang sangat rakus dan mereka menjadi sangat lapar. Dalam hal ini Imam Ali AS berkata:
" Kalau bukan kerana hadirnya yang hadir dan tegaknya hujah dalam bentuk adanya penyokong, dan kalaulah Allah tidak akan menyiksa para ulama yang tidak melepaskan belenggu orang zalim dan derita orang yang teraniaya, sungguh akan aku biarkan tali kekang itu pada tengkuknya dan sungguh aku beri minum yang lainnya dengan piala awalnya."
Hal itu mengisyaratkan bahawa sejumlah penyokong dan pembantu telah datang kepadanya dan menyampaikan hujah padanya. Padahal Allah SWT telah mengambil janji para bijak pandai dan mereka yang memiliki dhamir (perasaan halus) bahawa jika mereka menyaksikan kemunculan situasi di mana ada kelompok yang menyibukkan dirinya dengan harta, kekayaan, dan kenikmatan sementara - yang kerana kerakusannya, makan hingga sakit - sementara hak-hak kelompok yang lain dirampas sehingga tidak mendapat apa yang mesti mereka dapatkan, maka mereka wajib berupaya merubahnya. [7]
.









III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehidupan ini akan menjadi baik dan menyenangkan apabial kita melaksankan kewajiaban syara’ yang ada dalam agama ini. Namun hal itu beluam merupan suatu kesempurnaan seperti yang diharapakan Islam bila belum dapat mengangkat apa yang mejadi tujuan spiritual yanag ada dalam agama ini. Dan apabila Islam berusqha merealisasi keadila social yang sempurana, mka hal itu tidaklah hanya terbataspadakeadilan dalam segi ekonomi semata dan pelaksanaan syari’at itu sebagai jaminannya. Islam menciptakan keadilan itu merupkan keadilan kemanusiaan yang mencakuap semua segi yang dibangunnya diatas tiang pokok hatinurani yang ada dalam diri manusia , dan pelaksaan syari’at dilingkunagna masyrakat. Kemudian, Islam memadukan kekuatan yang satu dengan kekuatan yang lainnya, sehingga, dapat mengalir kedalam batin dan hati manusia .
B. Saran.
Dengan adanya keadilan social dalam Islam maka akan terciptanya suatu tatanan masyarakat yang dami, dan sejahetra,karena islam memandanag keadilan dalam seluruh aspek kehidupan dan islam juga membuat langkah besar dalam memasukan kasih sayanag kepada semua makhluk-Nya yang hidup dimuka bumi ini.Sehatusnya , semua ummat manusia harus menjalani dan merealisasikan keadilan yang sesuai dengan ajarab agama Islam, untuk necipatakan kehidupan yang lebih baik.





IV. DAFTAR PUSTAKA.

Quthb,Sayyib. 1984. Keadilan Sosial dalam Islam, Pustaka.
www.mail-archive.com/majelismuda@yahoogroups.com/msg00954.html - 13k

[1] Google.co.id
[2] Sayyid Quthb,Keadilan Sosial dalam Islam, Pustaka. 1984, h 23.
[3] Sayyid Quthb,Keadilan Sosial dalam Islam, Pustaka. 1984, h 26-27.
[4] Sayyid Quthb,Keadilan Sosial dalam Islam, Pustaka. 1984, h 34-35.
[5] Sayyid Quthb,Keadilan Sosial dalam Islam, Pustaka. 1984, h 38-40.
[6] Google.co.id
[7] www.mail-archive.com/majelismuda@yahoogroups.com/msg00954.html - 13k

jam

Rabu, 26 November 2008

"Malaikat Juga Tahu"

"Malaikat Juga Tahu"
by: Dewi L

Lelahmu...jadi lelahku jugaBahagiamu...bahagiaku pastiBerbagi takdir kita selaluKecuali tiap kau jatuh hatiKali ini hampir habis dayakuMembuktikan padamu ada cinta yang nyataSetia hadir setiap hariTak tega biarkan kau sendiriMeski seringkali kau malah asyik sendiriKarena kau tak lihatTerkadang malaikat tak bersayapTak cemerlang, tak rupawanNamun kasih ini, silakan kau aduMalaikat juga tahuSiapa yang jadi juaranyaHampamu tak kan hilang semalamOleh pacar impian, tetapi kesempatanUntukku yang mungkin tak sempurnaTapi siap untuk diujiKu percaya diri, cintakulah yang sejatiNamun tak kau lihatTerkadang malaikat tak bersayap,Tak cemerlang, tak rupawanNamun kasih ini, silakan kau aduMalaikat juga tahuSiapa yang jadi juaranyaKau selalu meminta terus kutemaniDan kau s'lalu bercanda andai wajahku digantiMelarangku pergi karena tak sanggup sendiriNamun tak kau lihatTerkadang malaikat tak bersayap,Tak cemerlang, tak rupawanNamun kasih ini, silakan kau aduMalaikat juag tahuAku kan jadi juaranya

Kamis, 13 November 2008

harta wajib zakat

DAFTAR ISI

1. BAB I
A.Pendahuluan ……………………………………………………………3-4
1.LatarBelakang………………………………………………………………4
2.Ruang Lingkup……………………………………………………………...4
3. Maksud dan tujuan Penulis ………………………………………………6
II.BAB II
B. Pembahasan……………………………………………………………….7
1.. Prinsip-prinsip pokok dalam menentukan harta apa sajakah yang wajib dizakati……………………………………………………………………...7-8
2.Kriteria Syar’i tentang fiqih wajib zakat…………………………...12-17
C. Penutup
a. Kesimpulan……………………………………………………………….17
b. Saran……………………………………………………………………..18









BAB 1
A. Pendahuluan
Islam adalah agama yang memiliki ciri khas dan karakter “Tsabat wa Thatowur” berkembang dalam frame yang konsisten, artinya Islam tidak menghalangi adanya perkembangan-perkembangan baru selama hal tersebut dalam kerangka atau farme yang konsisten.Hukum halal dan haram adalah merupakan hal yang konsisten dalam Islam, tidak dapat dirubah, tetapi sarana untuk mencapai sesuatu misalnya dapat dikembangkan sesuai dengan kemajuan zaman. Demikian pula hal-hal yang tidak dirinci oleh Islam, yang hanya diterangkan secara global dapat menjadi pintu masuk untuk inovasi pengembangan pelaksanaanya selama masih dalam kontek tidak melanggar syariat.
Dengan semakin pesatnya perkembangan keilmuan yang diiringi dengan perkembangan teknologi dan ekonomi dengan ragam dan coraknya, maka perkembangan kehidupan saat ini tidak dapat disamakan dengan kehidupan zaman sebelum masehi atau di zaman Rasulullah saw dan generasi setelahnya. Tetapi subtansi kehidupaan tentunya tidak akan terlalu jauh berbeda. Kegiatan ekonomi misalnya, diera manapun jelas akan selalu ada, yang berbeda adalah bentuk dan corak kegiatannya, karena subtansinya dari kegiatan tersebut adalah bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.
Di zaman Rasulullah saw kegiatan ekonomi yang ada mungkin simpel-simpel saja, ada sektor pertanian, peternakan, dan perdagangan. Saat ini ketiga sektor tersebut tetap ada, tapi dengan corak yang berbeda tentunya dengan apa yang dialami oleh Rasulullah saw. Dalam sektor trading atau perdagangan misalnya, akad-akad (model-model transaksi) yang dipraktekkan sekarang sangat banyak sekali sesuai dengan kemajuan teknologi.
Dengan semakin berkembangnya pola kegiatan ekonomi maka pemahaman tentang kewajiban zakat pun perlu diperdalam sehingga ruh syariat yang terkandung didalamnya dapat dirasakan tidak bertentangan dengan kemajuan tersebut. Maka pemahaman fiqh zakat kontemporer dengan mengemukakan ijtihad-ijtihad para ulama kontemporer mengenai zakat tersebut perlu difahami oleh para pengelola zakat dan orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap masalah zakat ini
Dr Yusuf Qordhowi yang sampai saat ini karyanya mengenai fiqh zakat belum ada yang bisa menandinginya, menyatakan bahwa mensikapi perkembangan perekonomian yang begitu pesatnya,diharapkan adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pengelola zakat khususnya lembaga-lembaganya, yaitu berpedoman pada kaidah perluasan cakupan terhadap harta yang wajib dizakati, sekalipun tidak ada nash yang pasti dari syariah, tetapi berpedoman pada dalil yang umum. (Qordhowi, 1994, 15).
1. LATARBELAKANG
Allah SWT dan Rasululloh SAW mengajak umat Islam untuk peduli terhadap sesama dengan cara menyisihkan sebagian hartanya kepada orang yang membutuhkan. Hal tersebut terlihat dalam beberapa ayat dan hadist di bawah ini,
Al-Qur’an dalam Surat At-Taubah Ayat 103: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketemtraman jiwa bagi mereka. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Surat Al-Baqarah Ayat 173: “ (Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Alloh; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka prang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Alloh), maka sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui.”
Surat Al-Maidah Ayat 2: “........dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Hadist Rosululloh yang diriwayatkan oleh An Nasa’i (No. 2451): “ Barang siapa memberikannya (zakat) karena berharap mendapatkan pahala, maka baginya pahalanya. Dan barangsiapa yang enggan mengeluarkannya, kami akan mengambilnya (zakat), dan setengah untanya, sebagai salah satu ‘uzmah (kewajiban yang dibebankan kepada para hamba) oleh Alloh Swt. Tidak sedikit pun dari harta itu yang halal bagi keluarga Muhammad.”
2.RUANG LINGKUP
Diantara kelebihan negara Islam adalah nega-ra yang pertama kali dalam sejarah yang mengobarkan peperangan dalam rangka membela hak orang fakir miskin sebagaimana yang terjadi pada zaman pemerintahan Abu Bakar Ash-Shidiq dengan tegas beliau meme-rangi orang-orang yang menghalangi zakat. Zakat adalah peraturan yang menjamin dan mem-berantas kesenjangan sosial yang tidak bisa hanya ditanggulangi dengan mengumpulkan sedekah per-orangan yang bersifat sunnah belaka. Tujuan utama disyari'atkan zakat adalah untuk mengeluarkan orang-orang fakir dari kesulitan hidup yang melilit mereka menuju ke kemudahan hidup mereka sehingga mereka bisa mempertahankan kehidupannya dan tujuan ini tampak jelas pada kelompok penerima zakat dari kalangan gharim (orang terlilit hutang) dan ibnu sabil (orang yang sedang dalam bepergian kehabisan bekal). Zakat juga berfungsi sebagai pembersih hati bagi para penerima dari penyakit hasad dan dengki serta pembersih hati bagi pembayar zakat dari sifat bakhil dan kikir.
3.MAKSUD DAN TUJUAN PENULIS
Dengan adanya zakat Zakat juga berfungsi sebagai pembersih hati bagi para penerima dari penyakit hasad dan dengki serta pembersih hati bagi pembayar zakat dari sifat bakhil dan kikir. Adapun dampak positif bagi perekonomian antara lain mengikis habis penimbunan harta yang membuat perekonomian tidak normal, paling tidak akan terjadi inflasi tiap tahun sebesar 2½ %, dengan membayar zakat maka peredaran keuangan dan transaksinya berjalan secara normal dan akan mampu melindungi stabilitas harga pasar walaupun pasar terancam oleh penimbunan.
Dengan demikian, dengan adanya zakat dan seluruh ummat muslim dinegara kita membayar zakat, maka Negara kita dapat tumbuh berkembang sejahtera.
















B. PEMBAHASAN
BAB II
HARTA WAJIB ZAKAT

1. PRINSIP-PRINSIP POKOK DALAM MENENTUKANHARTA APA SAJAKAH YANG WAJIB DIZAKATI

Rasululllah SAW memungut zakat dari empat macam harta yaitu :
1. Ternak
2. Uang : emas dan perak
3. Barang dagangan
4. Tanaman dan buah-buahan
Dewasa ini ada lagi jenis-jenis investasi baru, dan telah muncul berbagai model kegiatan dibidang keuangan, ekonomi, perdagangan, perindustrian, pertanian, perhotelan dan lain-lain, yang belum pernah ada di jaman Nabi SAW maupun pada masa Khulafa Rasyidin sesudah beliau. Disamping telah bermunculan pula di bidang kekayaan yang bergerak maupun yang tidak bergerak, jenis-jenis harta yang baru. Dan sekarang bagaimanakah hukum dari semua itu?
Agar kita mengetahui hukum dari semua itu, caranya ialah dengan mempelajari struktur dari empat jenis zakat tersebut diatas dan sistematiknya secara analitis, hingga kita dapat mengetahui alasan (’illat) kenapa jenis-jenis harta tersebut wajib dizakati sedemikian rupa, dan dapat kita fahami apa sebab jenis-jenis harta itulah yang menjadi pangkal zakat, dan oleh para Fuqoha dijadikan pola bagi harta yang ikut wajib pula dizakati berikut sifat-sifatnya. Maksudnya, kita akan membataskan prinsip-prinsip dasar untuk menentukan harta apa sajakah yang ikut pula dizakati. Dan dengan pedoman prinsip-prinsip inilah kita hendak mencoba menerapkan secara modern dan mempelajari kemungkinan dikiaskannya beberapa jenis harta dan kegiatan baru yang ada kesamaan ’illat hukumnya dengan semisalnya dari contoh-contoh harta tersebut diatas. Dan dengan demikian dapatlah kita ketahui sejauh manakah jenis-jenis harta dan kegiatan baru itu kita dizakati, dan bagaimanakah caranya.[1]
Prof. Dr. Muhannad Abu Zahrah mengatakan: ”Memang seharusnya kita ketahui sifat apakah yang dianggap merupakan ’illat oleh para Fuqoha bagi wajibnya zakat. Karena kini muncul berbagai jenis harta yang merupakan penghasilan yang bisa mendatangkan kekayaan cukup banyak, tetapi oleh para Fuqoha dahulu belum sempat ditentukan zakatnya, selain dari Nabi SAW sendiri tidak ada ketentuan-ketentuan yang melarang ditentukannya zakat pada jenis-jenis harta tersebut. Jadi, harta-harta baru itu musti dipelajari dan diselidiki, jangan sampai hak Allah Ta’ala hilang begitu saja dari suatu jenis harta.
Yang menentukan harta apa sajakah yang ikut dizakati:
1.Harta yang Halal dan Baik
Allah swt berfirman dalam surat Al-Baqaraah ayat 267, artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.

Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.

Disebutkan dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah saw bersabda: Artinya: “Allah tidak menerima zakat dari harta yang tidak sah”
2.Memiliki Senisab
Nisab adalah syarat yang hanya dengan itu suatu harta wajib dizakati. Demikian menurut semua Fuqoha, yakni untuk selain zakat tanaman dan buah-buahan dalam pendapat para Fuqoha Hanafi.
Adapun nisab yang tertentu bagi zakat harta-menurut hemat saya-adalah nisab yang mempersatukan seluruh jenis zakat yang empat tersebut di atas (zakat ternak, zakat tanaman dan buah-buahan, zakat uang dan zakat perdagangan), yang nilainya 20 dinar atau 200 dirham.
Adapun mengenai binatang ternak, nisabnya adalah 5 ekor unta, dengan perhitungan: seekor unta betina ”bintu makhluk (umur satu tahun masuk tahun kedua) pada waktu itu harganya 4 dirham, maka diwajibkannya zakat pada 5 ekor unta adalah sama dengan diwajibkannya zakat pada 200 dirham.
Mengenai kambing, nisabnya ialah 40 ekor, yang pada waktu itu harga seekor kambing 5 dirham.
Sedang tanaman dan buah-buahan nisabnya adalah 5 wasak demikian menurut Malik Asy-Syafi’i dan Ahmad.
2. Jumlah senisab itu mengalami ulang tahun
Az-Zaila mengatakan: ”Suatu milik dikatakan genap setahun, yakni genap setahun dimiliki, adalah dikarenakan harta itu sendiri selama itu berkembang. Maksudnya, bahwa yang wajib dikeluarkan ialah sebagian dari kelebihan, bukan dari modal.[2]
Dan harta itu pada umumnya barulah nampak hasilnya bila telah jalan setahun. Dan berkurangnya harta dari nisab selama tahun itu, menurut para Fuqoha Hanafi tak mengapa, asal pada awal dan akhir tahun jumlahnya genap.
Adapun para Fuqoha Hambali, mereka berpendapat bahwa harta itu harus tetap mencapai nisab sepanjang tahun.
Bedanya antara yang diperhatikan ulang tahunnya dan yang tidak-menurut para Fuqoha-adalah, bahwa harta yang ulang tahunnya diperhatikan itu belum tentu menghasilkan susu dan anak. Barang dagangan juga belum tentu berlaba. Dan begitu pula emas dan perak. Oleh karena itu patut diberi kesempatan, sehingga zakatnya bisa diambil hanya dari keuntungan saja.
3. Benar-benar atau dianggap mengalami perkembangan, baik karena didayagunakan atau memang punya potensi berkembang.
Umpamanya dengan cara melahirkan dan menurunkan keturunan, atau diperdagangkan. Adapun yang hanya dianggap berkembang ialah yang mempunyai kemungkinan untuk diperkembangkan, seperti uang, baik berada pada tangan pemiliknya atau wakilnya.
Maka dari itu bagi harta yang tak mungkin dikembangkan, tidak wajib dizakati. Karena tidak memenuhi syarat.
Menurut para Fuqoha Hanafi, harta yang dihutang dan tidak bisa diharap bakal dikembalikan (hutang binasa), adalah seperti harta yang telah hilang atau dicuri, jadi tidak perlu dizakati kalau tidak ada kuitansinya.
Tetapi Zufar dan Asy-Syafi’i berpendapat, bahwa semua itu tetap wajib dizakati, karena sebab yang mewajibkannya masih ada, yaitu memiliki genap satu nisab.
Dalam pembelaannya, para Fuqoha Hanafi mengatakan :
” Kami punya dasar, yaitu kata-kata Ali r.a : (yang artinya)
” Tidak ada kewajiban zakat pada piutang binasa ”
Karena harta yang diutang seperti itu tidak mendatangkan keuntungan.
Ibnu Rusyd mengatakan ; ”Sesungguhnya zakat dinamakan demikian, karena hanya dipungut dari harta yang bisa dikembangkan, bukan dari barang-barang konsumtip. Dan zakat itu sendiri menurut bahasa artinya berkembang. Dan disebut demikian, karena zakat itu ada kaitannya dengan perkembangan.[3]

Dan berkatalah Ibnu Daqiqil : ”Zakat itu diwajibkan pada harta yang dihawapkan nantinya bisa berkembang, baik dengan sendirinya atau dikerjakan oleh manusia.” Kemudian dia menambahkan: Rasulullah SAW bersabda : ”Takkan berkurang suatu harta karena zakat”
Jadi ringkasnya, bahwa zakat atau tidak, itu tergantung pada adanya perkembangan dan harta yang berkembang. Dan bahwa harta yang dizakati itu kaitannya adalah denga harta yang mengalami perkembagan.

Pandangan Ibn Rusyd tentang perbedaan hukum mengenai harta, dalam kaitannya dengan masalah zakat
Ibnu Rusy dalam kitabnya: ”Al-Muqoddimat” telah membuat satu pasal tersendiri yang menerangkan sejauh manakah pengaruh dari faktor perkembangan terhadap ikut dizakatinya suatu harta. Bahwa harta itu bisa digolongkan menjadi tiga :
Sebagian ada yang lebih cenderung untuk mencari laba dan keuntungan bukan untuk dipakai. Seperti emas atau perak.
Sebagaian lagi lebih cenderung untuk dipakai, bukan untuk mencari laba atau keuntungan. Seperti rumah, tanah, pakaian, makanan dan binatang yang tidak ada ketentuan wajib dizakati. Apabila barang-barang tersebut sekedar diambil dengan cara dihibahkan, maka tidak wajib dizakati. Tetapi kalau niatnya tadi untuk diperdagangkan, maka wajib dizakati.
Dan sebagian lagi adalah untuk kedua-duanya, yakni untuk dipakai dan juga dicari keuntungannya, yaitu perhiasan dari emas dan perak. Barang seperti ini adalah tergantung pada niat pemiliknya. Kalau niatnya untuk diperdagangkan, maka wajib dizakati.
4. Kosongnya harta dari hutang
Oleh karena zakat itu diwajibkan atas orang kaya, agar diberikan kepada orang kafir. Sedang orang kaya itu tak bisa disebut kaya, kalau hartanya dapat dari hutang, kecuali dia mampu melunasinya. Dan juga oleh karena adanya hutang tersebut maka miliknya tidaklah penuh, maka bagi orang yang punya hutang meliputi seluruh hartanya atau sebagaiannya, maka dia tidak berkewajiban mengeluarkan zakat.[4]
Menurut madzhab Maliki, zakat tanaman dan buah-buahan maupun zakat ternak bisa gugur karena hutang.
Sedang Asy-Syafi’i pada quol jadidnya, hutang tidaklah menghalangi zakat.
Adapun para Fuqoha Hambali, merela berpendapat bahwa hutang bisa menghalangi zakat dari harta yang tak kelihatan, yakni uang dan barang dagangan.
Sedang kami sendiri berpendapat, patut kita pakai prinsip kosongnya harta dari hutang bagi wajibnya zakat, untuk selain zakat tanaman dan buah-buahan. Dengan kata lain, dalam kaitannya dengan zakat, hutang itu merupakan penghalang zakat terhadap harta bergerak, sampai harta itu bisa ditanggung sepenuhnya dan dimiliki sepenuhnya oleh seseorang; tapi bukan merupakan penghalang zakat terhadap hasil-hasil yang dikeluarkan oleh harta tetap.
Struktur harta zakat
Telah kita terangkan, bahwa wadah zakat itu dibatasi oleh tiga sifat : memiliki sampai senisab, berulang tahun dan merupakan harta yang berkembang.
Struktur harta zakat serta jenis-jenis zakat yang empat tersebut diatas, dapatlah kita bagi semua itu menjadi dua kelompok:
Zakat dari hasil yang dikeluarkan oleh harta tetap, yaitu zakat tanaman dan buah-buahan; yang wadahnya hanya hasilnya saja.
Zakat dari harta bergerak, yaitu zakat ternak, uang dan barang dagangan. Zakat ini wadahnya ialah modal yang telah berkembang berikut hasilnya.
Dengan kata lain, zakat itu ialah bagian dari harta yang berkaitan dengan hasilnya saja, yakni dalam hubungannay dengan modal tetap.
Lain dari itu kita pun dapat memahami dari sabda Rasulullah SAW :
”Takkan berkurang suatu harta lantaran zakat”
Bahwa kaitan zakat ialah dengan harta yang mengalami perkembangan.[5]
2. Kriteria Syar’i tentang Fiqh Wajib Zakat
Dr Yusuf Qordhowi menyatakan bahwa guna memperluas cakupan harta wajib zakat, sebagai strategi dalam “fundraising” (penghimpunan dana) yang hal tersebut mencakup harta yang nampak “Dhohiroh” dan yang tidak nampak “bathinah” maka kita menyaksikan perbedaan yang jauh antara pemikiran ulama-ulama klasik dengan ulama kontenporer mengenai harta yang wajib dizakati.[6]
Pada umumnya ulama-ulama klasik mengkatagorikan bahwa harta yang kena zakat adalah : binatang ternak, emas dan perak, barang dagangan, harta galian dan yang terakhir adalah hasil pertanian. Tetapi dalam ijtihad kontenporer yang saat ini salah satunya diwakili oleh bukunya Dr Yusuf Qordhowi, beliau merinci banyak sekali model-model harta kekayaan yang kena zakat, sebanyak model dan bentuk kekayaan yang lahir dari semakin kompleknya kegiatan perekonomian.
Dr Qordhowi membagi katagori zakat kedalam sembilan katagori; zakat binatang ternak, zakat emas dan perak yang juga meliputi uang, zakat kekayaan dagang, zakat hasil pertanian meliputi tanah pertaanian, zakat madu dan produksi hewani, zakat barang tambang dan hasil laut, zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain, zakat pencarian, jasa dan profesi dan zakat saham serta obligasi.Dari sisi jumlah katagori, kita akan dapatkan bahwa hasil ijtihad fiqh zakat kontemporer jumlanya hampir dua kali lipat katagori harta wajib zakat yang telah diklasifikasikan oleh para ulama klasik. Katagori baru yang terdapat pada buku tersebut adalah , zakat madu dan produksi hewani, zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain. Zakan pencarian dan profesi serta zakat saham dan obligasi. Bahkan Dr Yusuf Qordhowi juga menambah dengan zakat hasil laut yang meliputi mutiara ambar dan lain-lain. (Dr Sofwan Idris, 1997, 155)
Dr Mundzir Qohf yang merupakan salah seorang pakar ekonomi Islam mengungkapkan hal senada bahwa : Ajaran Islam dengan rinci telah menentukan, syarat katagori harta yang harus dikeluarkan zakatnya, lengkap dengan tarifnya. Maka dengan ketentuan yang jelas tersebut tidak ada hal bagi pemerintah (pengelola zakat) untuk merubah tarif yang telah ditentukan. Akan tetapi pemerintah (Pengelola Zakat) dapat mengadakan perubahan dalam struktur harta yang wajib dizakati dengan berpegang pada nash-nash umum yang ada dan pemahaman terhadap realita modern.(Mundzir Qohf, 1999, 37)
Kaidah yang digunakan oleh ulama kontenporer dalam memperluas katagori harta wajib zakat adalah, bersandar pada dalil-dalil umum, disamping berpegang pada syarat harta wajib zakat yaitu tumbuh dan berkembang. Baik tumbuh dan berkembang melalui usaha atau berdasarkan pada dzat harta tersebut yang berkembang.
Dalam zaman modern ini yang ditumbuhkan dan dikembangkan untuk memperoleh hasil yang memiliki nilai ekonomis yang luar biasa memang banyak sekali, manusia bukan hanya mampu mengekploitasi potensi eksternal dirinya tapi manusia modern dapat juga mengekploitasi potensi yang ada dalam dirinya untuk dikembangkan dan diambil hasilnya dan kemudian mengambil untung dari keahliannya tersebut seperti para dokter, pengacara, dosen dst.Nampaknya berdasarkan definisi inilah maka ijtihad kontemporer khususnya Dr Yusuf Qordhowi mengembangkan empat katagori baru pada katagori harta yang wajib dizakati. Dan semua katagori baru yang muncul dapat dilihat relevansinya dengan kontek ekonomi modern. (Dr Sofwan Idris, 1997, 156)
Peran kemajuan teknologi juga turut berperan dalam mengembang tumbuhkan harta kekayaan, maka barang-barang yang diproduksi melalui proses teknologi tersebut juga tidak dapat luput dari kewajiban zakat, baik hal tersebut berupa produk pertanian ataupun produk peternakan.Yang perlu dicatat bahwa ijtihad-ijtihad kotemporer mengenai zakat yang muncul sekarang ini pada dasarnya tetap berpedoman pada karya-karya klasik dan pada nash-nash yang ada bukan merupakan ijtihad yang tanpa dasar. Hal tersebut dapat kita lihat pada pembukaan buku fiqh zakat Dr Qordhowi yang menjelaskan rujukan-rujukan yang digunakannya dalam ijtihadnya.
Dalam menyongsong pemberlakuan UU NO 38 th 1999 mengenai pengelolaan zakat dan UU NO 17 th 2000 mengenai pajak penghasilan, kita diharapkan tidak kaku dalam menilai masalah zakat, karena kekakuan atau kefanatismean kita hanya mau menggunakan satu madzhab fiqh misalnya, justru akan cukup menghambat teralisasinya tujuan-tujuan disyariatkannya zakat yang memiliki dimensi ekonomi dan sosial. Ruh ketidak kakuan dan menerima ijtihad-ijtihad kontemporer yang berdasar pada kaidah-kaidah umum Islam inilah yang akan semakin mendorong keefektifan pengelolaan zakat, dan bahkan akan melahirkan Undang-undang zakat tambahan yang bukan hanya mengurus para pengelonya saja tetapi merumuskan harta-harta yang terkena zakat. Sedangkan yang menyangkut harta, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah harta yang telah memenuhi beberapa syarat, yaitu:
1. Kepemilikan penuh. Maksudnya, penguasaan seseorang terhadap harta kekayaan sehingga bisa menggunakannya secara khusus. Karena Allah swt. mewajibkan zakat ketika harta itu sudah dinisbatkan kepada pemiliknya. Perhatikan firman Allah swt. ini, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (At-Taubah: 103)
Karena itulah zakat tidak diambil dari harta yang tidak ada pemiliknya secara definitif. Seperti al-fa’i (harta yang diperoleh tanpa perang), ghanimah, aset negara, kepemilikan umum, dan waqaf khairi. Sedang waqaf pada orang tertentu, maka tetap kena wajib zakat menurut pendapat yang rajih (kuat)[1].Tidak wajib zakat pada harta haram, yaitu harta yang diperoleh manusia dengan cara haram, seperti ghasab (ambil alih semena-mena), mencuri, pemalsuan, suap, riba, ihtikar (menimbun untuk memainkan harga), menipu. Cara-cara ini tidak membuat seseorang menjadi pemilik harta. Ia wajib mengembalikan kepada pemiliknya yang sah. Jika tidak ditemukan pemiliknya, maka ia wajib bersedekah dengan keseluruhannya. [2]
Sedangkan hutang, yang masih ada harapan kembali, maka pemilik harta harus mengeluarkan zakatnya setiap tahun. Namun jika tidak ada harapan kembali, maka pemilik hanya berkewajiban zakat pada saat hutang itu dikembalikan dan hanya zakat untuk satu tahun (inilah madzhab Al-Hasan Al-Bashriy dan Umar bin Abdul Aziz) atau dari tahun-tahun sebelumnya (madzhab Ali dan Ibnu Abbas).[7]
2. Berkembang. Artinya, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya harus harta yang berkembang aktif, atau siap berkembang, yaitu harta yang lazimnya memberi keuntungan kepada pemilik. Rasulullah saw. Bersabda, “Seorang muslim tidak wajib mengeluarkan zakat dari kuda dan budaknya.” (Muslim). Dari hadits ini beberapa ulama berpendapat bahwa rumah tempat tinggal dan perabotannya serta kendaraan tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Karena harta itu disiapkan untuk kepentingan konsumsi pribadi, bukan untuk dikembangkan. Dari ini pula rumah yang disewakan dikenakan zakat karena dikategorikan sebagai harta berkembang, jika telah memenuhi syarta-syarat lainnya.
3. Mencapai nishab, yaitu batas minimal yang jika harta sudah melebihi batas itu, wajib mengeluarkan zakat; jika kurang dari itu, tidak wajib zakat. Jika seseorang memiliki kurang dari lima ekor onta atau kurang dari empat puluh ekor kambing, atau kurang dari dua ratus dirham perak, maka ia tidak wajib zakat. Syarat mencapai nishab adalah syarat yang disepakati oleh jumhurul ulama. Hikmahnya adalah orang yang memiliki kurang dari nishab tidak termasuk orang kaya, sedang zakat hanya diwajibkan atas orang kaya untuk menyenangkan orang miskin. Hadits Nabi, “Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya.” (Bukhari dan Ahmad)
4. Nishab itu sudah lebih dari kebutuhan dasar pemiliknya sehingga ia terbukti kaya. Kebutuhan minimal itu ialah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi ia akan mati. Seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, alat kerja, alat perang, dan bayar hutang. Jika ia memiliki harta dan dibutuhkan untuk keperluan ini, maka ia tidak zakat. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah swt., “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.” (Al-Baqarah: 219). Al-afwu adalah yang lebih dari kebutuhan keluarga, seperti yang dikatakan oleh kebanyakan ahli tafsir. Demikian juga yang Rasulullah saw. katakan, “Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya.” (Bukhari dan Ahmad). Kebutuhan dasar itu mencakup kebutuhan pribadi dan yang menjadi tanggung jawabnya seperti isteri, anak, orang tua, kerabat yang dibiayai.
5. Pemilik lebih dari nishab itu tidak berhutang yang menggugurkan atau mengurangi nishabnya. Karena membayar hutang lebih didahulukan waktunya daripada hak orang miskin, juga karena kepemilikan orang dan kurang. Orang yang berhutang adalah orang yang diperbolehkan menerima zakat, berhutang itu lemah termasuk dalam kelompok gharimin, dan zakat hanya wajib atas orang kaya.
Hutang dapat menggugurkan atau mengurangi kewajiban zakat berlaku pada harta yang zhahir, seperti hewan ternak dan tanaman pangan, juga pada harta yang tak terlihat seperti uang.
Syarat hutang yang menggugurkan atau mengurangi zakat itu adalah:
a. hutang yang menghabiskan atau mengurangi nishab dan tidak ada yang dapat dugunakan membayarnya kecuali harta nishab itu.
b. hutang yang tidak bisa ditunda lagi, sebab jika hutang yang masih bisa ditunda tidak menghalangi kewajiban zakat.
c. Syarat terakhir, hutang itu merupakan hutang adamiy (antar manusia), sebab hutang dengan Allah seperti nadzar, kifarat tidak menghalangi kewajiban zakat.
6. Telah melewati masa satu tahun. Harta yang sudah mencapai satu nishab pada pemiliknya itu telah melewati masa satu tahun qamariyah penuh. Syarat ini disepakati untuk harta seperti hewan ternak, uang, perdagangan. Sedangkan pertanian, buah-buahan, madu, tambang, dan penemuan purbakala, tidak berlaku syarat satu tahun ini. Harta ini wajib dikeluarkan zakatnya begitu mendapatkannya. Dalil waktu satu tahun untuk ternak, uang, dan perdagangan adalah amal khulafaur rasyidin yang empat, dan penerimaan para sahabat, juga hadits Ibnu Umar dari Nabi saw., “Tidak wajib zakat pada harta sehingga ia telah melewati masa satu tahun.” (Ad-Daru Quthni dan Al-Baihaqi[8]





C. PENUTUP
a. Kesimpulan
Permasalahan kemiskinan tidaklah semata masalah keterbatasan sumber daya ekonomi, sehingga bantuan-batuan tunai yang bersifat pemberian langsung tidaklah selalu tepat. Pemberian uang tunai untuk kebutuhan konsumsi, juga bukanlah satu-satunya langkah yang ditempuh. Pemberian yang bersifat langsung lebih efektif untuk kondisi-kondisi darurat, seperti untuk korban bencana alam. Namun untuk menanggulangi kemiskinan hingga ke akar masalahnya, perlu suatu program yang komprehensif dan berkesinambungan dengan mempertimbangkan segala aspek yang terkait dengan kemiskinan. Orang miskin bukanlah orang yang tidak punya apa-apa, melainkan hanya memiliki sedikit sumber daya saja. Namun, sumber daya yang sedikit ini dapat diberdayakan agar mereka dapat mandiri dan tidak terus bergantung pada orang lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa aspek ekonomi menjadi suatu indikasi yang mudah diukur dalam penanggulangan kemiskinan. Namun, kemiskinan terkait dengan banyak aspek, termasuk aspek sosial dan pendidikan. Kemiskinan seringkali disebabkan karena terisolasinya seseorang dalam pergaulan sosial, dan rendahnya tingkat pendidikan.
zakat adalah hak yang berupa harta yang wajib ditunaikan dalam harta tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu dan dalam waktu tertentu pula. Zakat adalah hak orang lain bukan pemberian dan karunia dari orang kaya kepada orang miskin. Zakat adalah hak harta yang wajib dibayarkan dan syari'at Islam telah mengkhususkan harta yang wajib dikeluar-kan serta kelompok orang yang berhak menerima zakat, juga menjelaskan secara jelas tentang waktu yang tepat untuk mengeluarkan kewajiban zakat.

b. Saran
Seharusnya pemerintah dalam mengelola zakat harus dikelola dengan manajemen yang baik, juga di wajibkan kepada seluruh orang yang telah cukup nisab hartanya untuk memberikan zakat, karena dengan adanya zakat, dapat merubah masyarakat menjadi sejahtera, tentram dan damai.
[1] Dr.syauqi ismailsyahhati, Penerapan Zakat dalam dunia moder,pustaka dian.1987,h 126
Dr.syauqi ismailsyahhati, Penerapan Zakat dalam dunia moder,pustaka dian.1987, h 127-128

[3] Dr.syauqi ismailsyahhati, Penerapan Zakat dalam dunia moder,pustaka dian.1987
[4] Dr.syauqi ismailsyahhati, Penerapan Zakat dalam dunia moder,pustaka dian.1987, h133136
[5] Dr.syauqi ismailsyahhati, Penerapan Zakat dalam dunia moder,pustaka dian.1987, h 137
[6] Google.co.id
[7] Google.co.id

[8] Google.co.id

harta wajib zakat

FIQIH II
“ HARTA WAJIB ZAKAT”










Disusun Oleh: Kelompok I
Amelia Endah
Neneng Hasanah

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR. HAMKA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
JAKARTA

DAFTAR ISI

1. BAB I
A.Pendahuluan ……………………………………………………………3-4
1.LatarBelakang………………………………………………………………4
2.Ruang Lingkup……………………………………………………………...4
3. Maksud dan tujuan Penulis ………………………………………………6
II.BAB II
B. Pembahasan……………………………………………………………….7
1.. Prinsip-prinsip pokok dalam menentukan harta apa sajakah yang wajib dizakati……………………………………………………………………...7-8
2.Kriteria Syar’i tentang fiqih wajib zakat…………………………...12-17
C. Penutup
a. Kesimpulan……………………………………………………………….17
b. Saran……………………………………………………………………..18









BAB 1
A. Pendahuluan
Islam adalah agama yang memiliki ciri khas dan karakter “Tsabat wa Thatowur” berkembang dalam frame yang konsisten, artinya Islam tidak menghalangi adanya perkembangan-perkembangan baru selama hal tersebut dalam kerangka atau farme yang konsisten.Hukum halal dan haram adalah merupakan hal yang konsisten dalam Islam, tidak dapat dirubah, tetapi sarana untuk mencapai sesuatu misalnya dapat dikembangkan sesuai dengan kemajuan zaman. Demikian pula hal-hal yang tidak dirinci oleh Islam, yang hanya diterangkan secara global dapat menjadi pintu masuk untuk inovasi pengembangan pelaksanaanya selama masih dalam kontek tidak melanggar syariat.
Dengan semakin pesatnya perkembangan keilmuan yang diiringi dengan perkembangan teknologi dan ekonomi dengan ragam dan coraknya, maka perkembangan kehidupan saat ini tidak dapat disamakan dengan kehidupan zaman sebelum masehi atau di zaman Rasulullah saw dan generasi setelahnya. Tetapi subtansi kehidupaan tentunya tidak akan terlalu jauh berbeda. Kegiatan ekonomi misalnya, diera manapun jelas akan selalu ada, yang berbeda adalah bentuk dan corak kegiatannya, karena subtansinya dari kegiatan tersebut adalah bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.
Di zaman Rasulullah saw kegiatan ekonomi yang ada mungkin simpel-simpel saja, ada sektor pertanian, peternakan, dan perdagangan. Saat ini ketiga sektor tersebut tetap ada, tapi dengan corak yang berbeda tentunya dengan apa yang dialami oleh Rasulullah saw. Dalam sektor trading atau perdagangan misalnya, akad-akad (model-model transaksi) yang dipraktekkan sekarang sangat banyak sekali sesuai dengan kemajuan teknologi.
Dengan semakin berkembangnya pola kegiatan ekonomi maka pemahaman tentang kewajiban zakat pun perlu diperdalam sehingga ruh syariat yang terkandung didalamnya dapat dirasakan tidak bertentangan dengan kemajuan tersebut. Maka pemahaman fiqh zakat kontemporer dengan mengemukakan ijtihad-ijtihad para ulama kontemporer mengenai zakat tersebut perlu difahami oleh para pengelola zakat dan orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap masalah zakat ini
Dr Yusuf Qordhowi yang sampai saat ini karyanya mengenai fiqh zakat belum ada yang bisa menandinginya, menyatakan bahwa mensikapi perkembangan perekonomian yang begitu pesatnya,diharapkan adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pengelola zakat khususnya lembaga-lembaganya, yaitu berpedoman pada kaidah perluasan cakupan terhadap harta yang wajib dizakati, sekalipun tidak ada nash yang pasti dari syariah, tetapi berpedoman pada dalil yang umum. (Qordhowi, 1994, 15).
1. LATARBELAKANG
Allah SWT dan Rasululloh SAW mengajak umat Islam untuk peduli terhadap sesama dengan cara menyisihkan sebagian hartanya kepada orang yang membutuhkan. Hal tersebut terlihat dalam beberapa ayat dan hadist di bawah ini,
Al-Qur’an dalam Surat At-Taubah Ayat 103: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketemtraman jiwa bagi mereka. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Surat Al-Baqarah Ayat 173: “ (Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Alloh; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka prang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Alloh), maka sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui.”
Surat Al-Maidah Ayat 2: “........dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Hadist Rosululloh yang diriwayatkan oleh An Nasa’i (No. 2451): “ Barang siapa memberikannya (zakat) karena berharap mendapatkan pahala, maka baginya pahalanya. Dan barangsiapa yang enggan mengeluarkannya, kami akan mengambilnya (zakat), dan setengah untanya, sebagai salah satu ‘uzmah (kewajiban yang dibebankan kepada para hamba) oleh Alloh Swt. Tidak sedikit pun dari harta itu yang halal bagi keluarga Muhammad.”
2.RUANG LINGKUP
Diantara kelebihan negara Islam adalah nega-ra yang pertama kali dalam sejarah yang mengobarkan peperangan dalam rangka membela hak orang fakir miskin sebagaimana yang terjadi pada zaman pemerintahan Abu Bakar Ash-Shidiq dengan tegas beliau meme-rangi orang-orang yang menghalangi zakat. Zakat adalah peraturan yang menjamin dan mem-berantas kesenjangan sosial yang tidak bisa hanya ditanggulangi dengan mengumpulkan sedekah per-orangan yang bersifat sunnah belaka. Tujuan utama disyari'atkan zakat adalah untuk mengeluarkan orang-orang fakir dari kesulitan hidup yang melilit mereka menuju ke kemudahan hidup mereka sehingga mereka bisa mempertahankan kehidupannya dan tujuan ini tampak jelas pada kelompok penerima zakat dari kalangan gharim (orang terlilit hutang) dan ibnu sabil (orang yang sedang dalam bepergian kehabisan bekal). Zakat juga berfungsi sebagai pembersih hati bagi para penerima dari penyakit hasad dan dengki serta pembersih hati bagi pembayar zakat dari sifat bakhil dan kikir.
3.MAKSUD DAN TUJUAN PENULIS
Dengan adanya zakat Zakat juga berfungsi sebagai pembersih hati bagi para penerima dari penyakit hasad dan dengki serta pembersih hati bagi pembayar zakat dari sifat bakhil dan kikir. Adapun dampak positif bagi perekonomian antara lain mengikis habis penimbunan harta yang membuat perekonomian tidak normal, paling tidak akan terjadi inflasi tiap tahun sebesar 2½ %, dengan membayar zakat maka peredaran keuangan dan transaksinya berjalan secara normal dan akan mampu melindungi stabilitas harga pasar walaupun pasar terancam oleh penimbunan.
Dengan demikian, dengan adanya zakat dan seluruh ummat muslim dinegara kita membayar zakat, maka Negara kita dapat tumbuh berkembang sejahtera.
















B. PEMBAHASAN
BAB II
HARTA WAJIB ZAKAT

1. PRINSIP-PRINSIP POKOK DALAM MENENTUKANHARTA APA SAJAKAH YANG WAJIB DIZAKATI

Rasululllah SAW memungut zakat dari empat macam harta yaitu :
1. Ternak
2. Uang : emas dan perak
3. Barang dagangan
4. Tanaman dan buah-buahan
Dewasa ini ada lagi jenis-jenis investasi baru, dan telah muncul berbagai model kegiatan dibidang keuangan, ekonomi, perdagangan, perindustrian, pertanian, perhotelan dan lain-lain, yang belum pernah ada di jaman Nabi SAW maupun pada masa Khulafa Rasyidin sesudah beliau. Disamping telah bermunculan pula di bidang kekayaan yang bergerak maupun yang tidak bergerak, jenis-jenis harta yang baru. Dan sekarang bagaimanakah hukum dari semua itu?
Agar kita mengetahui hukum dari semua itu, caranya ialah dengan mempelajari struktur dari empat jenis zakat tersebut diatas dan sistematiknya secara analitis, hingga kita dapat mengetahui alasan (’illat) kenapa jenis-jenis harta tersebut wajib dizakati sedemikian rupa, dan dapat kita fahami apa sebab jenis-jenis harta itulah yang menjadi pangkal zakat, dan oleh para Fuqoha dijadikan pola bagi harta yang ikut wajib pula dizakati berikut sifat-sifatnya. Maksudnya, kita akan membataskan prinsip-prinsip dasar untuk menentukan harta apa sajakah yang ikut pula dizakati. Dan dengan pedoman prinsip-prinsip inilah kita hendak mencoba menerapkan secara modern dan mempelajari kemungkinan dikiaskannya beberapa jenis harta dan kegiatan baru yang ada kesamaan ’illat hukumnya dengan semisalnya dari contoh-contoh harta tersebut diatas. Dan dengan demikian dapatlah kita ketahui sejauh manakah jenis-jenis harta dan kegiatan baru itu kita dizakati, dan bagaimanakah caranya.[1]
Prof. Dr. Muhannad Abu Zahrah mengatakan: ”Memang seharusnya kita ketahui sifat apakah yang dianggap merupakan ’illat oleh para Fuqoha bagi wajibnya zakat. Karena kini muncul berbagai jenis harta yang merupakan penghasilan yang bisa mendatangkan kekayaan cukup banyak, tetapi oleh para Fuqoha dahulu belum sempat ditentukan zakatnya, selain dari Nabi SAW sendiri tidak ada ketentuan-ketentuan yang melarang ditentukannya zakat pada jenis-jenis harta tersebut. Jadi, harta-harta baru itu musti dipelajari dan diselidiki, jangan sampai hak Allah Ta’ala hilang begitu saja dari suatu jenis harta.
Yang menentukan harta apa sajakah yang ikut dizakati:
1.Harta yang Halal dan Baik
Allah swt berfirman dalam surat Al-Baqaraah ayat 267, artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.

Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.

Disebutkan dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah saw bersabda: Artinya: “Allah tidak menerima zakat dari harta yang tidak sah”
2.Memiliki Senisab
Nisab adalah syarat yang hanya dengan itu suatu harta wajib dizakati. Demikian menurut semua Fuqoha, yakni untuk selain zakat tanaman dan buah-buahan dalam pendapat para Fuqoha Hanafi.
Adapun nisab yang tertentu bagi zakat harta-menurut hemat saya-adalah nisab yang mempersatukan seluruh jenis zakat yang empat tersebut di atas (zakat ternak, zakat tanaman dan buah-buahan, zakat uang dan zakat perdagangan), yang nilainya 20 dinar atau 200 dirham.
Adapun mengenai binatang ternak, nisabnya adalah 5 ekor unta, dengan perhitungan: seekor unta betina ”bintu makhluk (umur satu tahun masuk tahun kedua) pada waktu itu harganya 4 dirham, maka diwajibkannya zakat pada 5 ekor unta adalah sama dengan diwajibkannya zakat pada 200 dirham.
Mengenai kambing, nisabnya ialah 40 ekor, yang pada waktu itu harga seekor kambing 5 dirham.
Sedang tanaman dan buah-buahan nisabnya adalah 5 wasak demikian menurut Malik Asy-Syafi’i dan Ahmad.
2. Jumlah senisab itu mengalami ulang tahun
Az-Zaila mengatakan: ”Suatu milik dikatakan genap setahun, yakni genap setahun dimiliki, adalah dikarenakan harta itu sendiri selama itu berkembang. Maksudnya, bahwa yang wajib dikeluarkan ialah sebagian dari kelebihan, bukan dari modal.[2]
Dan harta itu pada umumnya barulah nampak hasilnya bila telah jalan setahun. Dan berkurangnya harta dari nisab selama tahun itu, menurut para Fuqoha Hanafi tak mengapa, asal pada awal dan akhir tahun jumlahnya genap.
Adapun para Fuqoha Hambali, mereka berpendapat bahwa harta itu harus tetap mencapai nisab sepanjang tahun.
Bedanya antara yang diperhatikan ulang tahunnya dan yang tidak-menurut para Fuqoha-adalah, bahwa harta yang ulang tahunnya diperhatikan itu belum tentu menghasilkan susu dan anak. Barang dagangan juga belum tentu berlaba. Dan begitu pula emas dan perak. Oleh karena itu patut diberi kesempatan, sehingga zakatnya bisa diambil hanya dari keuntungan saja.
3. Benar-benar atau dianggap mengalami perkembangan, baik karena didayagunakan atau memang punya potensi berkembang.
Umpamanya dengan cara melahirkan dan menurunkan keturunan, atau diperdagangkan. Adapun yang hanya dianggap berkembang ialah yang mempunyai kemungkinan untuk diperkembangkan, seperti uang, baik berada pada tangan pemiliknya atau wakilnya.
Maka dari itu bagi harta yang tak mungkin dikembangkan, tidak wajib dizakati. Karena tidak memenuhi syarat.
Menurut para Fuqoha Hanafi, harta yang dihutang dan tidak bisa diharap bakal dikembalikan (hutang binasa), adalah seperti harta yang telah hilang atau dicuri, jadi tidak perlu dizakati kalau tidak ada kuitansinya.
Tetapi Zufar dan Asy-Syafi’i berpendapat, bahwa semua itu tetap wajib dizakati, karena sebab yang mewajibkannya masih ada, yaitu memiliki genap satu nisab.
Dalam pembelaannya, para Fuqoha Hanafi mengatakan :
” Kami punya dasar, yaitu kata-kata Ali r.a : (yang artinya)
” Tidak ada kewajiban zakat pada piutang binasa ”
Karena harta yang diutang seperti itu tidak mendatangkan keuntungan.
Ibnu Rusyd mengatakan ; ”Sesungguhnya zakat dinamakan demikian, karena hanya dipungut dari harta yang bisa dikembangkan, bukan dari barang-barang konsumtip. Dan zakat itu sendiri menurut bahasa artinya berkembang. Dan disebut demikian, karena zakat itu ada kaitannya dengan perkembangan.[3]

Dan berkatalah Ibnu Daqiqil : ”Zakat itu diwajibkan pada harta yang dihawapkan nantinya bisa berkembang, baik dengan sendirinya atau dikerjakan oleh manusia.” Kemudian dia menambahkan: Rasulullah SAW bersabda : ”Takkan berkurang suatu harta karena zakat”
Jadi ringkasnya, bahwa zakat atau tidak, itu tergantung pada adanya perkembangan dan harta yang berkembang. Dan bahwa harta yang dizakati itu kaitannya adalah denga harta yang mengalami perkembagan.

Pandangan Ibn Rusyd tentang perbedaan hukum mengenai harta, dalam kaitannya dengan masalah zakat
Ibnu Rusy dalam kitabnya: ”Al-Muqoddimat” telah membuat satu pasal tersendiri yang menerangkan sejauh manakah pengaruh dari faktor perkembangan terhadap ikut dizakatinya suatu harta. Bahwa harta itu bisa digolongkan menjadi tiga :
Sebagian ada yang lebih cenderung untuk mencari laba dan keuntungan bukan untuk dipakai. Seperti emas atau perak.
Sebagaian lagi lebih cenderung untuk dipakai, bukan untuk mencari laba atau keuntungan. Seperti rumah, tanah, pakaian, makanan dan binatang yang tidak ada ketentuan wajib dizakati. Apabila barang-barang tersebut sekedar diambil dengan cara dihibahkan, maka tidak wajib dizakati. Tetapi kalau niatnya tadi untuk diperdagangkan, maka wajib dizakati.
Dan sebagian lagi adalah untuk kedua-duanya, yakni untuk dipakai dan juga dicari keuntungannya, yaitu perhiasan dari emas dan perak. Barang seperti ini adalah tergantung pada niat pemiliknya. Kalau niatnya untuk diperdagangkan, maka wajib dizakati.
4. Kosongnya harta dari hutang
Oleh karena zakat itu diwajibkan atas orang kaya, agar diberikan kepada orang kafir. Sedang orang kaya itu tak bisa disebut kaya, kalau hartanya dapat dari hutang, kecuali dia mampu melunasinya. Dan juga oleh karena adanya hutang tersebut maka miliknya tidaklah penuh, maka bagi orang yang punya hutang meliputi seluruh hartanya atau sebagaiannya, maka dia tidak berkewajiban mengeluarkan zakat.[4]
Menurut madzhab Maliki, zakat tanaman dan buah-buahan maupun zakat ternak bisa gugur karena hutang.
Sedang Asy-Syafi’i pada quol jadidnya, hutang tidaklah menghalangi zakat.
Adapun para Fuqoha Hambali, merela berpendapat bahwa hutang bisa menghalangi zakat dari harta yang tak kelihatan, yakni uang dan barang dagangan.
Sedang kami sendiri berpendapat, patut kita pakai prinsip kosongnya harta dari hutang bagi wajibnya zakat, untuk selain zakat tanaman dan buah-buahan. Dengan kata lain, dalam kaitannya dengan zakat, hutang itu merupakan penghalang zakat terhadap harta bergerak, sampai harta itu bisa ditanggung sepenuhnya dan dimiliki sepenuhnya oleh seseorang; tapi bukan merupakan penghalang zakat terhadap hasil-hasil yang dikeluarkan oleh harta tetap.
Struktur harta zakat
Telah kita terangkan, bahwa wadah zakat itu dibatasi oleh tiga sifat : memiliki sampai senisab, berulang tahun dan merupakan harta yang berkembang.
Struktur harta zakat serta jenis-jenis zakat yang empat tersebut diatas, dapatlah kita bagi semua itu menjadi dua kelompok:
Zakat dari hasil yang dikeluarkan oleh harta tetap, yaitu zakat tanaman dan buah-buahan; yang wadahnya hanya hasilnya saja.
Zakat dari harta bergerak, yaitu zakat ternak, uang dan barang dagangan. Zakat ini wadahnya ialah modal yang telah berkembang berikut hasilnya.
Dengan kata lain, zakat itu ialah bagian dari harta yang berkaitan dengan hasilnya saja, yakni dalam hubungannay dengan modal tetap.
Lain dari itu kita pun dapat memahami dari sabda Rasulullah SAW :
”Takkan berkurang suatu harta lantaran zakat”
Bahwa kaitan zakat ialah dengan harta yang mengalami perkembangan.[5]
2. Kriteria Syar’i tentang Fiqh Wajib Zakat
Dr Yusuf Qordhowi menyatakan bahwa guna memperluas cakupan harta wajib zakat, sebagai strategi dalam “fundraising” (penghimpunan dana) yang hal tersebut mencakup harta yang nampak “Dhohiroh” dan yang tidak nampak “bathinah” maka kita menyaksikan perbedaan yang jauh antara pemikiran ulama-ulama klasik dengan ulama kontenporer mengenai harta yang wajib dizakati.[6]
Pada umumnya ulama-ulama klasik mengkatagorikan bahwa harta yang kena zakat adalah : binatang ternak, emas dan perak, barang dagangan, harta galian dan yang terakhir adalah hasil pertanian. Tetapi dalam ijtihad kontenporer yang saat ini salah satunya diwakili oleh bukunya Dr Yusuf Qordhowi, beliau merinci banyak sekali model-model harta kekayaan yang kena zakat, sebanyak model dan bentuk kekayaan yang lahir dari semakin kompleknya kegiatan perekonomian.
Dr Qordhowi membagi katagori zakat kedalam sembilan katagori; zakat binatang ternak, zakat emas dan perak yang juga meliputi uang, zakat kekayaan dagang, zakat hasil pertanian meliputi tanah pertaanian, zakat madu dan produksi hewani, zakat barang tambang dan hasil laut, zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain, zakat pencarian, jasa dan profesi dan zakat saham serta obligasi.Dari sisi jumlah katagori, kita akan dapatkan bahwa hasil ijtihad fiqh zakat kontemporer jumlanya hampir dua kali lipat katagori harta wajib zakat yang telah diklasifikasikan oleh para ulama klasik. Katagori baru yang terdapat pada buku tersebut adalah , zakat madu dan produksi hewani, zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain. Zakan pencarian dan profesi serta zakat saham dan obligasi. Bahkan Dr Yusuf Qordhowi juga menambah dengan zakat hasil laut yang meliputi mutiara ambar dan lain-lain. (Dr Sofwan Idris, 1997, 155)
Dr Mundzir Qohf yang merupakan salah seorang pakar ekonomi Islam mengungkapkan hal senada bahwa : Ajaran Islam dengan rinci telah menentukan, syarat katagori harta yang harus dikeluarkan zakatnya, lengkap dengan tarifnya. Maka dengan ketentuan yang jelas tersebut tidak ada hal bagi pemerintah (pengelola zakat) untuk merubah tarif yang telah ditentukan. Akan tetapi pemerintah (Pengelola Zakat) dapat mengadakan perubahan dalam struktur harta yang wajib dizakati dengan berpegang pada nash-nash umum yang ada dan pemahaman terhadap realita modern.(Mundzir Qohf, 1999, 37)
Kaidah yang digunakan oleh ulama kontenporer dalam memperluas katagori harta wajib zakat adalah, bersandar pada dalil-dalil umum, disamping berpegang pada syarat harta wajib zakat yaitu tumbuh dan berkembang. Baik tumbuh dan berkembang melalui usaha atau berdasarkan pada dzat harta tersebut yang berkembang.
Dalam zaman modern ini yang ditumbuhkan dan dikembangkan untuk memperoleh hasil yang memiliki nilai ekonomis yang luar biasa memang banyak sekali, manusia bukan hanya mampu mengekploitasi potensi eksternal dirinya tapi manusia modern dapat juga mengekploitasi potensi yang ada dalam dirinya untuk dikembangkan dan diambil hasilnya dan kemudian mengambil untung dari keahliannya tersebut seperti para dokter, pengacara, dosen dst.Nampaknya berdasarkan definisi inilah maka ijtihad kontemporer khususnya Dr Yusuf Qordhowi mengembangkan empat katagori baru pada katagori harta yang wajib dizakati. Dan semua katagori baru yang muncul dapat dilihat relevansinya dengan kontek ekonomi modern. (Dr Sofwan Idris, 1997, 156)
Peran kemajuan teknologi juga turut berperan dalam mengembang tumbuhkan harta kekayaan, maka barang-barang yang diproduksi melalui proses teknologi tersebut juga tidak dapat luput dari kewajiban zakat, baik hal tersebut berupa produk pertanian ataupun produk peternakan.Yang perlu dicatat bahwa ijtihad-ijtihad kotemporer mengenai zakat yang muncul sekarang ini pada dasarnya tetap berpedoman pada karya-karya klasik dan pada nash-nash yang ada bukan merupakan ijtihad yang tanpa dasar. Hal tersebut dapat kita lihat pada pembukaan buku fiqh zakat Dr Qordhowi yang menjelaskan rujukan-rujukan yang digunakannya dalam ijtihadnya.
Dalam menyongsong pemberlakuan UU NO 38 th 1999 mengenai pengelolaan zakat dan UU NO 17 th 2000 mengenai pajak penghasilan, kita diharapkan tidak kaku dalam menilai masalah zakat, karena kekakuan atau kefanatismean kita hanya mau menggunakan satu madzhab fiqh misalnya, justru akan cukup menghambat teralisasinya tujuan-tujuan disyariatkannya zakat yang memiliki dimensi ekonomi dan sosial. Ruh ketidak kakuan dan menerima ijtihad-ijtihad kontemporer yang berdasar pada kaidah-kaidah umum Islam inilah yang akan semakin mendorong keefektifan pengelolaan zakat, dan bahkan akan melahirkan Undang-undang zakat tambahan yang bukan hanya mengurus para pengelonya saja tetapi merumuskan harta-harta yang terkena zakat. Sedangkan yang menyangkut harta, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah harta yang telah memenuhi beberapa syarat, yaitu:
1. Kepemilikan penuh. Maksudnya, penguasaan seseorang terhadap harta kekayaan sehingga bisa menggunakannya secara khusus. Karena Allah swt. mewajibkan zakat ketika harta itu sudah dinisbatkan kepada pemiliknya. Perhatikan firman Allah swt. ini, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (At-Taubah: 103)
Karena itulah zakat tidak diambil dari harta yang tidak ada pemiliknya secara definitif. Seperti al-fa’i (harta yang diperoleh tanpa perang), ghanimah, aset negara, kepemilikan umum, dan waqaf khairi. Sedang waqaf pada orang tertentu, maka tetap kena wajib zakat menurut pendapat yang rajih (kuat)[1].Tidak wajib zakat pada harta haram, yaitu harta yang diperoleh manusia dengan cara haram, seperti ghasab (ambil alih semena-mena), mencuri, pemalsuan, suap, riba, ihtikar (menimbun untuk memainkan harga), menipu. Cara-cara ini tidak membuat seseorang menjadi pemilik harta. Ia wajib mengembalikan kepada pemiliknya yang sah. Jika tidak ditemukan pemiliknya, maka ia wajib bersedekah dengan keseluruhannya. [2]
Sedangkan hutang, yang masih ada harapan kembali, maka pemilik harta harus mengeluarkan zakatnya setiap tahun. Namun jika tidak ada harapan kembali, maka pemilik hanya berkewajiban zakat pada saat hutang itu dikembalikan dan hanya zakat untuk satu tahun (inilah madzhab Al-Hasan Al-Bashriy dan Umar bin Abdul Aziz) atau dari tahun-tahun sebelumnya (madzhab Ali dan Ibnu Abbas).[7]
2. Berkembang. Artinya, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya harus harta yang berkembang aktif, atau siap berkembang, yaitu harta yang lazimnya memberi keuntungan kepada pemilik. Rasulullah saw. Bersabda, “Seorang muslim tidak wajib mengeluarkan zakat dari kuda dan budaknya.” (Muslim). Dari hadits ini beberapa ulama berpendapat bahwa rumah tempat tinggal dan perabotannya serta kendaraan tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Karena harta itu disiapkan untuk kepentingan konsumsi pribadi, bukan untuk dikembangkan. Dari ini pula rumah yang disewakan dikenakan zakat karena dikategorikan sebagai harta berkembang, jika telah memenuhi syarta-syarat lainnya.
3. Mencapai nishab, yaitu batas minimal yang jika harta sudah melebihi batas itu, wajib mengeluarkan zakat; jika kurang dari itu, tidak wajib zakat. Jika seseorang memiliki kurang dari lima ekor onta atau kurang dari empat puluh ekor kambing, atau kurang dari dua ratus dirham perak, maka ia tidak wajib zakat. Syarat mencapai nishab adalah syarat yang disepakati oleh jumhurul ulama. Hikmahnya adalah orang yang memiliki kurang dari nishab tidak termasuk orang kaya, sedang zakat hanya diwajibkan atas orang kaya untuk menyenangkan orang miskin. Hadits Nabi, “Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya.” (Bukhari dan Ahmad)
4. Nishab itu sudah lebih dari kebutuhan dasar pemiliknya sehingga ia terbukti kaya. Kebutuhan minimal itu ialah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi ia akan mati. Seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, alat kerja, alat perang, dan bayar hutang. Jika ia memiliki harta dan dibutuhkan untuk keperluan ini, maka ia tidak zakat. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah swt., “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.” (Al-Baqarah: 219). Al-afwu adalah yang lebih dari kebutuhan keluarga, seperti yang dikatakan oleh kebanyakan ahli tafsir. Demikian juga yang Rasulullah saw. katakan, “Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya.” (Bukhari dan Ahmad). Kebutuhan dasar itu mencakup kebutuhan pribadi dan yang menjadi tanggung jawabnya seperti isteri, anak, orang tua, kerabat yang dibiayai.
5. Pemilik lebih dari nishab itu tidak berhutang yang menggugurkan atau mengurangi nishabnya. Karena membayar hutang lebih didahulukan waktunya daripada hak orang miskin, juga karena kepemilikan orang dan kurang. Orang yang berhutang adalah orang yang diperbolehkan menerima zakat, berhutang itu lemah termasuk dalam kelompok gharimin, dan zakat hanya wajib atas orang kaya.
Hutang dapat menggugurkan atau mengurangi kewajiban zakat berlaku pada harta yang zhahir, seperti hewan ternak dan tanaman pangan, juga pada harta yang tak terlihat seperti uang.
Syarat hutang yang menggugurkan atau mengurangi zakat itu adalah:
a. hutang yang menghabiskan atau mengurangi nishab dan tidak ada yang dapat dugunakan membayarnya kecuali harta nishab itu.
b. hutang yang tidak bisa ditunda lagi, sebab jika hutang yang masih bisa ditunda tidak menghalangi kewajiban zakat.
c. Syarat terakhir, hutang itu merupakan hutang adamiy (antar manusia), sebab hutang dengan Allah seperti nadzar, kifarat tidak menghalangi kewajiban zakat.
6. Telah melewati masa satu tahun. Harta yang sudah mencapai satu nishab pada pemiliknya itu telah melewati masa satu tahun qamariyah penuh. Syarat ini disepakati untuk harta seperti hewan ternak, uang, perdagangan. Sedangkan pertanian, buah-buahan, madu, tambang, dan penemuan purbakala, tidak berlaku syarat satu tahun ini. Harta ini wajib dikeluarkan zakatnya begitu mendapatkannya. Dalil waktu satu tahun untuk ternak, uang, dan perdagangan adalah amal khulafaur rasyidin yang empat, dan penerimaan para sahabat, juga hadits Ibnu Umar dari Nabi saw., “Tidak wajib zakat pada harta sehingga ia telah melewati masa satu tahun.” (Ad-Daru Quthni dan Al-Baihaqi[8]





C. PENUTUP
a. Kesimpulan
Permasalahan kemiskinan tidaklah semata masalah keterbatasan sumber daya ekonomi, sehingga bantuan-batuan tunai yang bersifat pemberian langsung tidaklah selalu tepat. Pemberian uang tunai untuk kebutuhan konsumsi, juga bukanlah satu-satunya langkah yang ditempuh. Pemberian yang bersifat langsung lebih efektif untuk kondisi-kondisi darurat, seperti untuk korban bencana alam. Namun untuk menanggulangi kemiskinan hingga ke akar masalahnya, perlu suatu program yang komprehensif dan berkesinambungan dengan mempertimbangkan segala aspek yang terkait dengan kemiskinan. Orang miskin bukanlah orang yang tidak punya apa-apa, melainkan hanya memiliki sedikit sumber daya saja. Namun, sumber daya yang sedikit ini dapat diberdayakan agar mereka dapat mandiri dan tidak terus bergantung pada orang lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa aspek ekonomi menjadi suatu indikasi yang mudah diukur dalam penanggulangan kemiskinan. Namun, kemiskinan terkait dengan banyak aspek, termasuk aspek sosial dan pendidikan. Kemiskinan seringkali disebabkan karena terisolasinya seseorang dalam pergaulan sosial, dan rendahnya tingkat pendidikan.
zakat adalah hak yang berupa harta yang wajib ditunaikan dalam harta tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu dan dalam waktu tertentu pula. Zakat adalah hak orang lain bukan pemberian dan karunia dari orang kaya kepada orang miskin. Zakat adalah hak harta yang wajib dibayarkan dan syari'at Islam telah mengkhususkan harta yang wajib dikeluar-kan serta kelompok orang yang berhak menerima zakat, juga menjelaskan secara jelas tentang waktu yang tepat untuk mengeluarkan kewajiban zakat.

b. Saran
Seharusnya pemerintah dalam mengelola zakat harus dikelola dengan manajemen yang baik, juga di wajibkan kepada seluruh orang yang telah cukup nisab hartanya untuk memberikan zakat, karena dengan adanya zakat, dapat merubah masyarakat menjadi sejahtera, tentram dan damai.






[1] Dr.syauqi ismailsyahhati, Penerapan Zakat dalam dunia moder,pustaka dian.1987,h 126
Dr.syauqi ismailsyahhati, Penerapan Zakat dalam dunia moder,pustaka dian.1987, h 127-128

[3] Dr.syauqi ismailsyahhati, Penerapan Zakat dalam dunia moder,pustaka dian.1987
[4] Dr.syauqi ismailsyahhati, Penerapan Zakat dalam dunia moder,pustaka dian.1987, h133136
[5] Dr.syauqi ismailsyahhati, Penerapan Zakat dalam dunia moder,pustaka dian.1987, h 137
[6] Google.co.id
[7] Google.co.id

[8] Google.co.id